Liputan6.com, Jakarta - Dokter Spesialis Anak dari RS EMC Pekayon, dr. S. Tumpal Andreas C., M.Ked(Ped), Sp.A menegaskan bahwa real food atau makanan asli bukan berarti makanan yang mahal atau serba organik.
Justru, kata Andreas, real food adalah makanan sederhana yang dimasak langsung dari bahan segar tanpa banyak proses tambahan.
"Seringkali orang menganggap real food itu sesuatu yang wah. Padahal, wortel, ayam rebus pakai bawang putih dan daun bawang itu sudah real food," kata dr. Andreas kepada Health Liputan6.com baru-baru ini.
dr. Andreas menyoroti bahwa banyak makanan yang terlihat sehat, seperti nugget ayam, sosis, atau makanan beku lainnya, sebenarnya sudah tergolong ultra processed food.
Artinya, nilai gizinya bisa jadi menurun karena proses pengolahan yang panjang dan tambahan bahan non-alami.
"Jangan harap anak kalian sehat kalau makannya ultra processed food. Mau sehat ya memang harus repot sedikit," tambahnya.
Masak Sendiri di Rumah Jauh Lebih Aman dan Sehat
Menurut dr. Andreas, memasak sendiri dengan bahan dasar segar adalah langkah sederhana tapi sangat penting untuk menjaga kesehatan anak.
Misalnya, membuat sop ayam dari ayam segar jauh lebih bernutrisi dibandingkan produk ayam olahan yang dibekukan selama berbulan-bulan.
Tak hanya itu, dia juga mengingatkan tentang susu yang terlalu banyak diproses. Banyak orang tua tertarik pada produk susu mahal yang diklaim organik, padahal sudah mengalami proses industri panjang.
"Susu asli, termasuk ASI, itu yang paling murah dan paling sehat. Bukan susu impor yang sudah diproses berkali-kali," katanya.
Senada dengan dr. Andreas, Dokter Spesialis Anak dari RS EMC Cikarang, dr. Reza Ervanda Zilmi, Sp.A, juga mendorong orang tua untuk tidak terlalu membebani diri soal makanan anak.
Menurutnya, banyak bahan sederhana di rumah yang sangat baik untuk tumbuh kembang anak. "Ada telur di kulkas? Masak saja. Ada ikan teri, ikan lele? Langsung masak. Enggak usah repot-repot bikin makanan yang aneh-aneh," ujar dr. Reza.
Mau Anak Sehat Ngga Harus Salmon
Dia, menekankan, jika orang tua terlalu memaksakan standar tinggi yang sulit dicapai, maka justru akan menimbulkan stres dalam keluarga.
"Kalau ibunya bingung, stres, anak malah enggak dikasih apa-apa. Padahal tahu, tempe, ikan lokal juga sangat bagus," tambahnya.
Tidak sedikit orang tua yang merasa harus memberikan salmon untuk anak demi protein tinggi. Padahal, ikan lokal seperti lele dan gabus pun sudah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
"Salmon bagus, tapi di Jepang. Begitu sampai ke sini sudah masuk freezer, pasti sudah termasuk ultra processed food," kata dr. Andreas.
Lebih lanjut, dr. Andreas, mengatakan, ikan lokal tidak hanya lebih segar tapi juga lebih terjangkau dan praktis dimasak. Ikan lele, misalnya, mengandung lemak baik dan mudah ditemukan di pasar tradisional.
Selain itu, dr. Andreas juga menekankan bahwa kesehatan anak tidak tergantung pada mahalnya makanan yang diberikan.
"Banyak orang kaya tapi anaknya stunting. Banyak juga keluarga sederhana yang anaknya sehat karena pola makan di rumah benar," katanya.
Ajak Orang Tua Kembali ke Dapur
Kedua dokter ini sepakat bahwa kunci utama anak sehat adalah pola makan alami dan sederhana. Bukan yang mahal, bukan yang viral, dan bukan pula makanan instan yang penuh tambahan bahan kimia.
Orang tua cukup memanfaatkan bahan lokal seperti telur, tempe, tahu, dan ikan segar. Yang penting dimasak sendiri, tidak banyak tambahan, dan tidak terlalu banyak diproses.
Dengan pendekatan ini, bukan hanya anak tumbuh sehat secara fisik, tapi juga terbentuk kebiasaan makan yang baik sejak dini.