Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah grup usaha papan atas mulai dari Barito Pacific hingga Djarum Group disebut sudah menyatakan minat untuk menyerap Patriot Bond yang ditargetkan mencapai hingga Rp50 triliun.
Larisnya instrumen ini bukan tanpa alasan, mengingat dana yang digunakan dari Patriot Bond untuk mendorong proyek transisi energi. Bahkan, instrumen ini dikabarkan telah mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribe.
"Sekarang ini info yang kita terima sudah oversubscribed dari target Rp50 triliun. Jadi kalau soal optimis saya kira dengan dengan target angka yang Rp50 triliun tidak terlalu sulit untuk mencapainya," kata Policy and Program Director Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) Piter Abdullah dalam segmen Closing Bell CNBC Indonesia, Senin, (8/9/2025).
Piter sendiri optimis penerbitan Patriot Bond laris manis. Mengingat instrumen ini menjadi bentuk keseriusan pengusaha untuk berkontribusi dan mendorong keberlanjutan. Selain itu instrumen ini juga diyakini bisa mendorong penyerapan jumlah tenaga kerja.
Hal tersebut pun dikui juga oleh Chief Economist Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail. Ia mengatakan, jika eksekusi dari patriot bond ini digunakan untuk renewable energy atau pengolahan sampah (waste management) di Indonesia dampaknya akan sangat besar. Khususnya untuk penyerapan tenaga kerja.
Ia menuturkan, berdasarkan data BPS, sektor pengolahan sampah di Indonesia untuk penyerapan angka tenaga kerjanya mencapai sekitar 590 ribu orang di tahun lalu. Artinya dengan adanya proyek-proyek strategis baru di sektor pengelolaan sampah, penyerapan tenaga kerja bisa terus bertambah.
"Jadi kalau misalkan ini ada tambahan investasi di situ tentu akan menciptakan lapangan pekerjaan terutama untuk sektor formal ya, ini akan lebih baik lagi ke depan," terangnya.
Seperti diketahui, Patriot Bond merupakan instrumen pembiayaan strategis yang lazim digunakan di berbagai negara, seperti Jepang dan Amerika Serikat, untuk memperkuat kemandirian pembiayaan nasional.
Prinsip dasar Patriot Bond adalah partisipasi sukarela dan tanggung jawab bersama. Melalui, negara memperoleh sumber pendanaan jangka menengah-panjang yang stabil. Pelaku usaha, di sisi lain, memiliki akses pada instrumen investasi yang aman dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Adapun surat utangtersebut menawarkan imbal hasil 2% dan rencananya akan dieksekusi pada September 2025 untuk mendorong proyek-proyek keberlanjutan.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: PLN Startup Day 2025, Sinergi & Inovasi di Era Transisi Energi