NEPAL sedang menghadapi krisis politik setelah demonstrasi besar-besaran yang digerakkan oleh generasi Z (Gen Z) memaksa Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mengundurkan diri. Unjuk rasa yang awalnya damai pada Senin, 8 September 2025, meletus menjadi kerusuhan di Kathmandu, Pokhara, hingga Itahari.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sehari kemudian, Oli menyerah pada tekanan publik. “Saya mengundurkan diri segera,” kata Oli dalam pernyataan tertulis pada Selasa, 9 September 2025, dilansir dari The Times of India. Menurut laporan dari Al Jazeera, pemicu utama protes ini adalah berkembangnya persepsi bahwa keluarga-keluarga elite penguasa menjalani kehidupan yang mewah di Nepal, negara yang miskin. Akibatnya terjadi kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.
Gelombang protes bergeser ke serangan langsung terhadap simbol kekuasaan. Menurut laporan NDTV, rumah sejumlah politisi dibakar, termasuk kediaman Ketua Partai Nepali Congress Sher Bahadur Deuba, Presiden Ram Chandra Paudel, mantan Perdana Menteri Pushpa Kamal Dahal, dan Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak. Sebuah sekolah milik Menteri Luar Negeri Arzu Deuba Rana juga dibakar massa.
Menyusul sang Perdana Menteri K.P. Sharma Oli, Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak kini ikut mengundurkan diri. Massa di Nepal menuntut empat hal utama: pembubaran parlemen, pengunduran diri massal anggota parlemen, penangguhan segera pejabat yang memerintahkan penembakan terhadap demonstran, serta penyelenggaraan pemilu baru.
Dua pekan sebelum unjuk rasa di Nepal, gelombang demonstrasi lebih dulu meletus di Indonesia pada 25 Agustus 2025. Saat itu massa mendesak pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat akibat tingginya pendapatan anggota dewan yang mencapai Rp 100 juta per bulan. Protes itu lalu memuncak ketika Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, tewas karena dilindas kendaraan taktis Brimob saat berada di tengah demonstrasi pada 28 Agustus 2025.
Massa kemudian melahirkan sejumlah tuntutan baru, terutama mendesak aparat keamanan untuk menghentikan represifitas kepada peserta aksi. Ada pula tuntutan yang mendorong agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mundur dari jabatannya. Pada awal September, mahasiswa dari beragam kampus kembali mendatangi gedung DPR untuk menagih pemenuhan 17+8 tuntutan rakyat.
Peneliti PARA Syndicate Lutfia Harizuandini menilai sulit bagi demonstran di Indonesia meniru keberhasilan massa di Nepal yang bisa menggulingkan rezim di sana. Alasannya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto didukung oleh mayoritas partai besar yang terkonsolidasi dalam Kabinet Merah Putih.
Lutfia menyebut, tak hanya di level eksekutif, Prabowo juga mendapat dukungan penuh di level legislatif dari fraksi-fraksi di DPR. “Koalisi di DPR gemuk, yaitu lebih dari 80 persen kursi yang melemahkan check and balance tapi memperkuat eksekutif,” ujar Lutfia saat dihubungi pada Jumat, 12 September 2025.
Selain dukungan elite politik yang masih solid, Lutfia juga memandang pemerintahan Prabowo relatif stabil terhadap guncangan demonstrasi. Musababnya, Kepala Negara mengantongi dukungan kuat dari aparat keamanan sekaligus militer. Hal itu terbukti dari pengarahan polisi dan tentara besar-besaran saat demonstrasi memanas hingga setelah mereda beberapa saat.
Secara terpisah, peneliti politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar, memprediksi bahwa demonstran di Indonesia bisa kembali turun ke jalan secara masif setelah apa yang terjadi di Nepal. “Walaupun konteks Indonesia dengan Nepal berbeda, tetapi potensi terjadinya demonstrasi besar tetap ada, terlihat dari aksi-aksi yang dilakukan belakangan ini,” kata Usep saat dihubungi pada Jumat, 12 September 2025.
Alasan utamanya adalah karena pemerintah belum menjawab semua aspirasi masyarakat. Usep pun melihat ada kecenderungan penurunan kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo yang dianggap tidak mampu menangani isu penting seperti tingginya angka pengangguran dan kenaikan biaya hidup.
Bila pemerintah masih tidak responsif, Usep menilai Indonesia bisa diguncang gelombang demonstrasi besar dalam skala yang menyetarai Nepal. Usep juga memaparkan beberapa kesamaan antara demo di Tanah Air dan di Nepal. Pertama, kata dia, kedua demonstrasi dipicu oleh isu-isu sosial yang mendesak, seperti ketidakadilan sosial, korupsi, dan kondisi ekonomi yang memburuk.
Di Indonesia sendiri, ujar Usep, unjuk rasa dilatarbelakangi oleh kenaikan harga bahan pokok, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat hingga perilaku pejabat publik yang nirempati dengan kondisi masyarakat. “Kesenjangan kesejahteraan antara pejabat publik dengan kinerja dan kehidupan rakyat yang masih di bawah standar kemakmuran.”
Adapun kesamaan kedua adalah keterlibatan generasi muda sangat signifikan. Di Indonesia, mahasiswa dan pelajar menjadi motor penggerak demonstrasi, mirip dengan Gen Z di Nepal. Mereka memanfaatkan media sosial untuk memobilisasi massa dan menyebarkan informasi, sehingga gerakan protes berkembang lebih cepat.
Kendati ada beberapa kesamaan, peneliti utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional, Siti Zuhro, mewanti-wanti agar jangan sampai krisis politik di Nepal terjadi juga di Indonesia. Siti menekankan bahwa runtuhnya pemerintahan Nepal harus menjadi pelajaran bagi kepemimpinan Prabowo. “Dampak pemerintahan yang represif dan fenomena kesengsaraan rakyat tidak boleh dianggap sepele, tapi harus direspons dan diberi solusi yang tuntas,” katanya.
Untuk mengantisipasi itu, ia menegaskan bahwa pemerintah harus berkomitmen menjalankan kepemimpinan yang bersih dan berwibawa dengan menempatkan pejabat publik yang berintegritas serta kompeten. Siti juga menyarankan supaya anggota DPR menjalankan kegiatan legislasi secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Oleh karena itu penting bagi partai politik untuk memperbaiki program kaderisasi dengan mengutamakan sistem yang merit.
“Ini penting agar kader-kader yang dikirim ke semua cabang kekuasaan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif adalah kader-kader yang memiliki kualifikasi dan berkualitas,” kata Siti. Ia mengatakan, rakyat mendambakan pemimpin yang amanah di semua tingkat pemerintahan sehingga mampu mengeksekusi program yang menyejahterakan publik.