Liputan6.com, Bandung - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menegaskan komitmen mereka sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Kemenkes menekankan tanggung jawab negara dalam menyediakan layanan kesehatan mata yang aman, bermutu, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Berdasarkan survei Rapid Assessment on Avoidable Blindness, sekitar 15 juta penduduk Indonesia berumur 50 tahun ke atas mengalami gangguan penglihatan, dengan penyebab utama berupa katarak dan kelainan refraksi.
"Penglihatan merupakan hal mendasar bagi pembangunan dan martabat manusia," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., dalam acara Peringatan Hari Penglihatan Sedunia 2025: Deklarasi Komitmen Bersama untuk Meningkatkan Akses Layanan Kesehatan Penglihatan dan Produk Alat Bantu yang Terjangkau dan Berkeadilan - Indonesia SPECS 2030 di RSM Cicendo, Bandung pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Dia, menjelaskan, melalui komitmen ini, pemerintah ingin memperkuat upaya peningkatan akses dan pemerataan layanan kesehatan mata sebagai bagian dari Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025–2030.
Beberapa langkah strategis yang ditempuh antara lain:
- Pendirian Vision Centre di layanan kesehatan primer,
- Penerapan teleoftalmologi untuk menjangkau daerah terpencil,
- Peningkatan literasi publik mengenai pentingnya pemeriksaan mata rutin.
"Dengan menangani gangguan refraksi secara menyeluruh, Indonesia sedang mengatasi hambatan pembangunan manusia," kata Perwakilan WHO untuk Indonesia, dr. N. Paranietharan.
Tantangan Gangguan Refraksi di Indonesia
Masalah gangguan refraksi di Indonesia bukan hanya soal kesehatan, tapi juga menyangkut kesenjangan akses dan kualitas hidup. Banyak masyarakat, terutama anak-anak sekolah dan lansia, belum mendapatkan layanan penglihatan yang memadai.
Riset Kemenkes mencatat, sekitar 44 persen anak usia sekolah mengalami gangguan penglihatan yang bisa menghambat aktivitas belajar mereka.
Pemerintah pun terus memperkuat program pemeriksaan dan koreksi penglihatan dalam Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025–2030, agar tidak ada warga yang tertinggal.
Teleoftalmologi dan Akses di Daerah Terpencil
Kemenkes kini memanfaatkan teknologi untuk memperluas layanan kesehatan mata ke daerah-daerah sulit dijangkau.
Salah satu langkah utamanya adalah penerapan teleoftalmologi, di mana pemeriksaan dan konsultasi mata bisa dilakukan jarak jauh melalui jaringan digital.
Program ini juga dilengkapi dengan pendirian Vision Centre di fasilitas kesehatan dasar, sehingga warga dapat memperoleh alat bantu penglihatan yang terjangkau.
Pendekatan ini dinilai dr. Paranietharan sebagai bukti keseriusan Indonesia dalam memperluas cakupan layanan kesehatan.
"Inisiatif ini menggabungkan peningkatan layanan dengan reformasi sistemik dan keterlibatan multipihak, sehingga menjadi model bagi negara-negara lain," tambahnya.
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Kesehatan Penglihatan
Upaya memperluas layanan mata diproyeksikan membawa dampak nyata bagi kehidupan masyarakat. Peningkatan akses penglihatan yang baik diharapkan dapat:
- Meningkatkan prestasi belajar siswa,
- Menurunkan angka putus sekolah,
- Meningkatkan produktivitas pekerja,
- Membuat lansia lebih mandiri karena kemampuan penglihatan tetap terjaga.
Kolaborasi dengan WHO dan berbagai mitra menjadi kunci pemerataan layanan di seluruh wilayah. Dengan strategi ini, target Indonesia untuk mencapai cakupan kesehatan mata universal pada 2030 diharapkan lebih realistis tercapai.