Liputan6.com, Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah diluncurkan sejak Januari 2025 dengan tujuan mulia untuk mengintervensi pemenuhan gizi masyarakat dan mencegah stunting. Program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan anak-anak di Indonesia. Namun, pelaksanaan program ini tidak lepas dari tantangan, termasuk insiden keamanan pangan yang terjadi di beberapa daerah.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.Trop Paed, menekankan pentingnya evaluasi serius terhadap program MBG. Menurutnya, evaluasi diperlukan agar insiden serupa dapat diminimalisir dan mencapai target "zero accident" di masa depan.
"Saya setuju dengan program ini dan tetap harus dilanjutkan, karena tujuannya mulia. Basis angka kekurangan gizi di Indonesia juga ada. Namun, dalam pelaksanaanya tidak boleh dilakukan secara sembarangan," katanya.
Lebih lanjut, Prof. Hinky, menambahkan,"Harus dilaksanakan secara bertahap, tepat sasaran, dan seksama. Kalau ada insiden keamanan pangan, perlu dievaluasi. Bukan terus kita minta berhenti."
Evaluasi dan Dukungan Masyarakat
Dia juga menegaskan bahwa program MBG harus dilaksanakan secara bertahap, tepat sasaran, dan seksama.
Dia mengingatkan bahwa meskipun program ini bertujuan baik, pelaksanaannya harus dilakukan dengan profesionalisme dan memperhatikan aspek keamanan pangan. "Program ini perlu diperhatikan keamanannya dan dilakukan secara profesional," tambahnya.
Sejumlah ahli kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat memberikan masukan untuk perbaikan pelaksanaan MBG. Menurut survei yang dilakukan oleh Indonesian Social Survey (ISS), sebanyak 77 persen dari 2.200 responden menilai program MBG bermanfaat bagi penerima.
Direktur Penelitian ISS, Kadek Dwita, menyarankan agar program ini dilakukan secara konsisten untuk mencapai manfaat optimal. "Kualitas program MBG perlu ditingkatkan dan terhubung dengan kebijakan lain yang mendukung ekonomi keluarga," ujar Kadek.
Dengan dukungan masyarakat yang kuat, diharapkan program ini dapat berjalan lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Jangkauan Program MBG di Daerah 3T
Program MBG tidak hanya menjangkau daerah perkotaan, tetapi juga menargetkan penerima manfaat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Di Papua Tengah, misalnya, program ini hadir tidak hanya untuk siswa, tapi juga untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Tokoh masyarakat Papua, Nikolas Demetouw, menyampaikan bahwa program MBG diterapkan secara bertahap di beberapa wilayah Papua. Hingga Agustus 2025, tercatat sebanyak 101 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi di Papua.
Ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa program ini dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama yang membutuhkan.
Investasi Masa Depan Melalui Penguatan Komunikasi
Agar program MBG dapat memenuhi tujuannya sebagai investasi bagi masa depan anak-anak Indonesia, para ahli berpendapat bahwa diperlukan penguatan komunikasi, evaluasi, serta monitoring dari berbagai pihak.
Prof. Hinky menyimpulkan bahwa keberhasilan program ini akan terlihat jika masyarakat semakin sejahtera, namun hal tersebut tidak bisa instan. "Kalau masyarakat kita makin sejahtera itu berarti indikatornya (program MBG) berhasil. Tapi tidak bisa instan," ujarnya.
Dia menyarankan agar MBG dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, ahli, dan lapisan masyarakat untuk mencapai koordinasi yang baik.
Transparansi dan komunikasi yang lebih baik di lintas sektor juga sangat diperlukan, karena ini adalah pekerjaan yang tidak sederhana namun mulia. "Perlu transparansi dan komunikasi yang lebih baik di lintas sektor. Ini pekerjaan yang tidak sederhana tapi mulia sebenarnya," pungkas Prof. Hinky.