Liputan6.com, Jakarta Obesitas identik dengan berat badan yang sangat besar, misalnya punya bobot di atas 100 kilogram. Padahal, definisi medis obesitas tidak ditentukan dari angka timbangan semata.
"Ya kan banyak orang mengira obesitas itu harus yang gemuk sekali begitu ya, yang berat badannya di atas 100 kg. Padahal tidak begitu," kata dokter spesialis gizi klinik Maya Surdjaja dari Perhimpunan Dokter Antipenuaan, Wellness, Estetik dan Regeneratif Indonesia (PERDAWARI).
Lalu apa itu obesitas? Maya mengatakan bahwa obesitas tidak sekedar kelebihan berat badan atau orang dengan berat badan sangat besar.
"Bayangan obesitas itu yang sangat besar begitu ya, tapi sebetulnya obesitas orang Asia enggak seperti itu," kata Maya menekankan.
Lebih lanjut, Maya mengatakan obesitas orang Asia berbeda dengan populasi global. Pada orang Asia, obesitas adalah bila memiliki Indeks Massa tubuh (IMT atau body mass index/BMI) di atas 25.
Angka ini berbeda dibandingkan populasi internasional (selain orang Asia) obesitas yakni IMT di atas 30.
Untuk menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) caranya membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan Anda dalam meter (Rumus: IMT = berat badan (kg) : tinggi badan (m)²).
Misalnya seorang perempuan memiliki berat badan 48 kg dengan tinggi badan 150 cm. Berarti 48 ÷ (1.50)²= 21,33. Berarti IMT masuk 21 atau kategori normal.
Bila hasil perhitungan di atas 25 maka untuk orang Asia termasuk obesitas.
"Obesitas itu enggak seperti dibyangkan kalau enggak, kita akan salah ya. Jangan bayangkan orang yang beratnya 100 kg tapi harus dihitung IMT nya," tekan Maya saat ditemui dalam acara Novo Nordisk pada Minggu, 24 Agustus 2025.
Singgung Obesitas Sentral
Selain itu, Maya juga mengenalkan dengan istilah obesitas sentral. Apa itu?
Obesitas sentral adalah ketika lingkar perut melebihi batas normal. Pada orang Asia, pria memiliki lingkar perut normal jika < 90 cm sementara wanita jika < 80 cm.Bila lebih dari angka itu termasuk dalam kategori obesitas sentral.
Faktanya, di Indonesia banyak yang mengalami obesitas sentral. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia 2023 di Indonesia ada 36,8 persen penduduk berusia di atas 15 tahun dengan obesitas sentral.
Dampak Obesitas
Ketika seseorang sudah mengalami obesitas maka dapat menyebabkan komplikasi seperti hiperglikemia,diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular seperti disampaikan Clinical, Medical , and Regulatory Director Novo Nordisk Indonesia, dokter Riyanny Meisha Tarliman.
Bukan cuma itu, obesitas juga meningkatkan risiko kematian pada penderitanya. Riyanni merujuk pada penelitian yang dilakukan Ritchie pada 2017 yang menyebut bahwa obesitas bertanggung jawab terhadap 4,7 kematian dini.
"Untuk itu tindakan nyata diperlukan untuk mencegah beban pada sistem kesehatan dan biaya ekonomi akibat obesitas," kata Riyanny.
Terkait itu, Maya mengatakan upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat. Mulai dari makan makanan dengan gizi seimbang, minum cukup, tidur secara teratur dan berkualitas, berolahraga secara teratur mengikuti saran WHO yakni 150 menit dalam sepekan, hingga mengelola stres.
"Mengenai perubahan pola makan, bagaimana? Apakah langsung berubah atau sedikit demi sedikit? Tergantung, hal ini dikembalikan lagi pada setiap individu nyamannya seperti apa," tutur Maya.
Kapan Orang Obesitas Perlu Konsumsi Obat?
Pada orang obesitas dengan body mass index di atas atau sama dengan 30 bisa dikonsultasikan dengan dokter mengenai konsumsi obat alias farmakoterapi.
"Lalu, kalau pada orang obesitas dengan body mass index lebih dari atau sama dengan 27 tapi dengan komorbid (penyakit penyerta) itu juga dengan farmakoterapi," kata Riyanni.
Namun sekali lagi, Riyanny mengatakan bahwa konsumsi obat harus berdasarkan resep dokter dan dipantau secara berkala. Mengonsumsi obat pun harus diikuti dengan modifikasi gaya hidup sehat optimal.