Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Katnawati mengatakan, krisis iklim global telah menyebabkan suhu bumi semakin panas. Akibatnya, cuaca ekstrem semakin sering terjadi. Begitu juga kejadian gelombang tinggi, hingga badai tropis yang membahayakan nelayan.
Padahal, imbuh dia, nelayan adalah bagian dari jati diri bangsa Indonesia yang perlu dilindungi dari dampak perubahan iklim.
Apalagi, sambungnya, dengan program dan visi besar Presiden Prabowo Subianto mengenai swasembada pangan yang bertumpu pada ketahanan gizi, nelayan memiliki peran penting.
"Nelayan adalah hakikat jati diri bangsa. Ketahanan pangan dan gizi tidak akan tercapai tanpa ketersediaan pangan laut. Namun saat ini kita menghadapi tantangan besar, yaitu krisis iklim yang dampaknya sangat dirasakan oleh nelayan," kata Dwikorita dalam keterangan di situs resmi, Senin (25/8/2025).
"Cuaca ekstrem, gelombang tinggi, dan badai tropis semakin sering terjadi. Karena itu, pengetahuan cuaca menjadi benteng pertama keselamatan nelayan," ucapnya.
Dia menjabarkan, pemanasan global yang kian cepat sejak tahun 1970-an memicu siklus hidrologi ekstrem seperti hujan lebih lebat, angin lebih kencang, badai lebih sering, hingga potensi gelombang tinggi yang berbahaya bagi aktivitas melaut.
Dwikorita pun mengungkapkan contoh tanda-tanda awal cuaca ekstrem yang dapat dikenali nelayan.
"Kalau melihat awan hitam yang membumbung seperti bunga kol di langit, itu tanda akan segera terjadi hujan lebat disertai angin kencang dan petir. Saat itu nelayan harus segera mencari tempat aman," ucap Dwikorita.
Karena itu, lanjut dia, BMKG menggelar Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah pada hari Minggu (24/8/2025). Tujuannya untuk memperkuat kapasitas nelayan memahami dinamika cuaca dan iklim yang semakin ekstrem akibat perubahan iklim global.
"Dampak perubahan iklim bukan hanya soal badai atau banjir, tapi juga ancaman kekeringan panjang dan potensi krisis pangan global pada 2050," ujarnya.
Karena itu, sebutnya, penting pemanfaatan teknologi prediksi cuaca dan aplikasi digital untuk membantu nelayan,
"Dalam kegiatan SLCN kali ini, BMKG memperkenalkan aplikasi InaWIS yang mampu memberikan prakiraan kondisi laut hingga 10 hari ke depan. Termasuk ketinggian gelombang, potensi hujan lebat, dan peta sebaran ikan," kata Dwikorita.
"Dengan aplikasi ini, nelayan dapat merencanakan waktu melaut dengan aman, mengetahui lokasi sebaran ikan secara tepat, serta menghemat waktu dan biaya operasional. Yang utama, keselamatan nelayan lebih terjamin," ucapnya.
Menurut Dwikorita, BMKG sedang memproses pemasangan radar cuaca baru di Cilacap sebagai upaya deteksi dini badai tropis.
Foto: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menyelenggarakan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Program ini ditujukan untuk memperkuat kapasitas nelayan dalam memahami dinamika cuaca dan iklim yang semakin ekstrem akibat perubahan iklim global. (BMKG)
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menyelenggarakan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. (BMKG)
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BMKG Kasih Peringatan Cuaca 'Neraka' Bakal Hantam RI, Ini Waktunya