
Komisi III dan pemerintah menyepakati sejumlah pasal baru yang masuk dalam RUU KUHAP, Kamis (10/7). Salah satunya aturan tentang pemblokiran.
Pasal ini masuk dalam DIM No. 728 yang kemudian dibacakan oleh Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Ini merupakan substansi baru dari KUHAP yang selama ini dipakai.
Berikut isinya:
Bagian Kesembilan
Pemblokiran
Pasal 132A
(1) Pemblokiran dapat dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.
(2) Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri.
(3) Pemblokiran hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali dalam jangka waktu 6 (enam) Bulan.
(4) Dalam keadaan mendesak, Pemblokiran dapat dilaksanakan tanpa izin ketua pengadilan negeri.
(5) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. potensi dialihkannya harta kekayaan;
b. adanya tindak pidana terkait informasi dan transaksi elektronik;
c. telah terjadi permufakatan dalam tindak pidana terorganisasi; dan/atau
d. situasi berdasarkan penilaian Penyidik.
(6) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik paling lama 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam meminta persetujuan kepada ketua pengadilan negeri setelah dilakukan Pemblokiran.
(7) Ketua pengadilan negeri dalam waktu paling lama 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah Penyidik meminta persetujuan Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengeluarkan penetapan.
(8) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penolakan harus disertai dengan alasan.
(9) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) mengakibatkan Pemblokiran harus dibuka dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran.
(10) Dalam hal perkara dihentikan pada tahap Penyidikan, Penuntutan, atau berdasarkan putusan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan Tersangka, Pemblokiran harus dibuka dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran.

Anggota Komisi III Hinca Pandjaitan mempertanyakan soal kecepatan pemerintah dalam membuka blokir bila sudah tidak terkait dengan kasus hukum. Sebab, selama ini, blokir bisa dilakukan dengan cepat, tapi membuka blokir tidak bisa secepat itu.
"Poin saya adalah kalau negara memblokir begitu kuat maka bila sudah berakhir atau ada alasan untuk menghentikan mestinya seketika itu juga harus bisa dilepaskan blokir karena dia mencatatkan saja di bank. Biasanya administratifnya lama sekali menunggu ini dulu," kata Hinca dalam rapat.
"Saya ingin dalam rumusan ini seketika negara bisa memblokir maka seketika itu bisa dilepas lagi ketika tidak terbukti atau tidak bisa dilanjutkan pemblokiran," tambah Hinca.

Ini langsung dijawab Eddy. Dia menyebut, ketentuan itu sudah diatur dalam ayat 9.
"Itu sudah kami atur dalam ayat 9. Ketika tidak disetujui maka blokir bisa dibuka dalam waktu 3 hari oleh pejabat yang memerintahkan, paling lama. Ditambah saja paling lama ya [frasanya]," kata Eddy.
Anggota Komisi III lain dari Golkar, Rikwanto lalu memperdalam lagi soal pemblokiran ini.
"Pemblokiran jadi masalah selama ini. Mohon maaf ini suka digoreng itu walaupun finish kasusnya, tapi buka blokir jadi masalah tersendiri. Saya mau tanya, pemblokiran ini kan upaya paksa, apa masuk praperadilan juga?" kata Rikwanto.
"Masuk Pak," jawab Eddy.
"Masuk ya. Baik terima kasih," sambung Rikwanto.

Setelah itu, pasal soal pemblokiran ini bisa disepakati.
"Baik cukup ya, oke setuju," kata Wakil Ketua Komisi III Sari Yuliati, sambil mengetuk palu..