
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ekonomi global masih dalam ketidakpastian yang tinggi. Begitu juga dengan tantangan ekonomi Indonesia juga tidak ringan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, ketidakpastian ekonomi global ini ini dipersulit oleh perkembangan geopolitik yang sulit diduga, seperti konflik di Timur Tengah serta ketegangan perdagangan global.
“Sekalipun, telah terlihat sedikit mereda pasca kesepakatan dagang dari beberapa negara, terutama kesepakatan sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok,” tutur Mahendra dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (16/7).
Di sisi lain, lanjut dia, mayoritas bank sentral sebagai otoritas moneter juga masih wait and see. Hal ini beriringan dengan berkurangnya ekspektasi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yaitu Federal Reserve.

Dari sisi ekonomi nasional, Mahendra juga melihat tantangan perekonomian yang akan dihadapi pada 2025 ini juga tidak akan ringan.
“Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia, OECD, dan tentu kepentingan keuangan berada di kisaran 4,7 hingga 5,8 persen, menunjukkan adanya moderasi dalam aktivitas ekonomi,” tuturnya.
Menurut dia, saat ini masih terasa tekanan pada sisi penawaran atau supply side, padahal sisi permintaan juga belum menguat akibat penurunan kelas menengah dan berkurangnya lapangan kerja formal.
Meskipun kinerja sektor eksternal menunjukkan pertumbuhan rebound dengan surplus perdagangan yang meningkat, menurut dia pemerintah dan berbagai pihak perlu lebih memperhatikan pertahanan daya saing Indonesia.
“Melihat kondisi tersebut, peran sektor jasa keuangan menjadi sangat penting dalam menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.