Denpasar (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali meminta bank perekonomian rakyat (BPR) di Pulau Dewata menggenjot kualitas analisis kredit untuk menekan kredit bermasalah.
"Kesehatan BPR harus dijalankan secara berkesinambungan dan saling melengkapi dengan penerapan market conduct yang baik," kata Kepala OJK Bali Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Bali, Rabu.
Regulator lembaga jasa keuangan itu mencatat angka kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BPR di Bali tergolong tinggi yakni mencapai 16,64 persen per Mei 2025 atau ada kenaikan dibandingkan periode sama 2024 mencapai 16,02 persen.
OJK Bali mencatat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPR dan BPR syariah masih terjaga, tecermin dari peningkatan dana pihak ketiga (DPK) secara konsisten selama periode berjalan.
Total DPK tumbuh dari sebesar Rp12,58 triliun pada Desember 2019 menjadi Rp17,32 triliun pada Mei 2025, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 5,31 persen secara tahunan pada Mei 2025.
"Capaian itu mencerminkan peran BPR yang tetap relevan di tengah masyarakat serta kemampuan BPR di Bali dalam menjaga kepercayaan publik melalui pendekatan yang responsif, inklusif, dan berbasis kearifan lokal," katanya.
Sementara itu, penyaluran kredit selama 2025 didominasi oleh kredit modal kerja sebesar 44,95 persen, konsumsi (35,27 persen), dan investasi (19,78 persen).
Adapun kategori debitur adalah paling banyak UMKM mencapai hampir 50 persen, kemudian diikuti ritel (33,20 persen) dan korporasi (17,49 persen).
Ia menilai BPR memiliki keberpihakan terhadap sektor UMKM selama ini yang berkontribusi positif dalam mendukung perekonomian lokal.
Sehingga, lanjut dia, untuk menjaga kesinambungan dan kualitas portofolio pembiayaan, BPR dituntut untuk terus meningkatkan kualitas analisis.
Analisis itu mencakup penguatan aspek penilaian kelayakan kredit (credit underwriting), validitas informasi debitur, penilaian prospek usaha menjadi krusial agar penyaluran kredit inklusif dan prudent.
"BPR diharapkan dapat terus mendukung pertumbuhan UMKM di daerah dengan kualitas aset yang baik," imbuhnya.
Regulator itu menegaskan faktor penentu profil risiko seperti risiko kredit, operasional, likuiditas, dan kepatuhan, harus dinilai secara menyeluruh menggunakan parameter kuantitatif dan kualitatif yang obyektif.
Sedangkan, dalam aspek tata kelola, penilaian mandiri perlu dilakukan secara jujur dan konsisten berdasarkan bukti pelaksanaan fungsi pengawasan oleh direksi dan komisaris.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Provinsi Bali I Ketut Komplit menyampaikan optimisme harus terus dibangun dalam menghadapi dinamika industri keuangan yang semakin menantang.
Ia menekankan pentingnya BPR memiliki keberanian untuk mengubah pola pikir konservatif menuju pola pikir adaptif dan terbuka terhadap perubahan.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.