Seoul (ANTARA) - Sebanyak 13 orang meninggal dunia akibat penyakit yang berhubungan dengan panas sepanjang tahun ini, seiring Korea Selatan terus dilanda gelombang panas yang parah, ungkap otoritas kesehatan setempat, Rabu.
Sejak pertengahan Mei 2025 hingga Selasa (29/7), ketika otoritas meluncurkan sistem pengawasan penyakit yang berhubungan dengan panas, sebanyak 2.768 pasien telah mengunjungi unit gawat darurat (UGD) untuk kondisi yang berhubungan dengan panas.
Dari jumlah tersebut, 13 orang telah meninggal dunia, menurut Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA).
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jumlah pasien meningkat sekitar 2,6 kali lipat, sementara jumlah kematian meningkat lebih dari tiga kali lipat dari sebelumnya yang hanya empat korban jiwa.
Di antara pasien yang dilaporkan tahun ini, kelelahan akibat panas, yang umumnya dikenal sebagai sengatan matahari, mencapai 60,4 persen, diikuti oleh sengatan panas sebesar 16,6 persen, kram panas sebesar 13,5 persen, dan sinkop panas sebesar 8 persen.
Sebagian besar wilayah Korea Selatan telah berada dalam peringatan gelombang panas.
Suhu diperkirakan melonjak hingga 38 derajat Celcius di pusat kota Daejeon pada Rabu, 36 derajat Celcius di Seoul dan kota Daegu di bagian tenggara Korsel, menurut Badan Meteorologi Korea (KMA).
Seogwipo di selatan Pulau Jeju mengalami malam tropis ke-15 berturut-turut pada Selasa (29/7), sementara malam tropis di Seoul memasuki hari ke-10 berturut-turut.
Badan meteorologi negara mengatakan gelombang panas yang melanda negara itu diperkirakan akan meningkat dalam beberapa hari mendatang.
Malam tropis merupakan malam dengan suhu minimum tidak turun di bawah 20 derajat Celcius.
Karakteristik utama malam tropis adalah suhu minimum yang tercatat selama periode 24 jam tetap pada atau di atas 20 derajat Celcius.
Sumber: Yonhap-OANA
Baca juga: Otoritas Korsel: Peringatan gelombang panas dikeluarkan untuk Seoul
Baca juga: Sedikitnya 14 warga Korsel meninggal akibat gelombang panas
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.