Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengkonfirmasi bahwa seorang mahasiswa Indonesia, Muhammad Athaya Helmi Nasution, meninggal dunia di Wina, Austria, saat mendampingi pejabat RI yang berkunjung ke sana akhir bulan lalu.
Menurut Direktur Pelindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha, menjawab pertanyaan wartawan pada Selasa, Athaya adalah mahasiswa di Universitas Hanze di Groningen, Belanda, dan ia wafat saat mendampingi kunjungan delegasi pejabat RI di Austria dalam rangka pertemuan dengan otoritas setempat.
Ia menegaskan bahwa usai KBRI Wina mengetahui kabar soal meninggalnya Athaya pada 27 Agustus 2025, pihak KBRI segera berkomunikasi dengan pihak terkait dan memberikan bantuan untuk mengurus jenazah mahasiswa RI itu hingga pemulangannya.
“KBRI Wina telah melakukan koordinasi dengan otoritas setempat, dan diperoleh informasi bahwa berdasarkan hasil otopsi, almarhum meninggal karena dugaan kejang atau suspected seizure,” kata Judha.
KBRI Wina, setelah berkoordinasi dengan pihak keluarga, memberikan bantuan kekonsuleran berupa pengurusan dokumen dan koordinasi dengan otoritas setempat. Proses pemulasaran jenazah juga dilakukan atas bantuan komunitas Islam Indonesia di Wina, ucap Direktur PWNI Kemlu itu.
“Sesuai permintaan keluarga, jenazah almarhum telah dipulangkan ke tanah air pada 4 September 2025,” tutur Judha, menambahkan.
Atas wafatnya Athaya di Austria, Kemlu RI menyampaikan duka cita yang mendalam, kata dia.
Judha pun memastikan bahwa penugasan panitia yang berasal dari kalangan mahasiswa untuk pendampingan kunjungan tersebut “keseluruhannya dikelola langsung oleh pihak EO (penyelenggara acara) dari Indonesia”.
Kasus meninggalnya Athaya saat mendampingi kunjungan pejabat RI di Wina mendapat respons luas dari kalangan publik, termasuk dari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda yang lekas menerbitkan pernyataan sikapnya pada 8 September.
Dalam pernyataan yang mereka unggah di media sosial, PPI Belanda menyebut bahwa Athaya, yang merupakan anggota mereka, kemungkinan besar wafat akibat "sengatan panas yang berkaitan dengan kurangnya cairan dan asupan nutrisi serta kelelahan" usai beraktivitas sebagai pemandu seharian.
PPI Belanda menyayangkan bahwa pihak EO sama sekali tidak menemui keluarga almarhum yang tiba di Wina dan justru melanjutkan acara mereka seperti biasa, bahkan hingga keluarganya merasa ada “indikasi menutup-nutupi” terhadap kegiatan yang diikuti Athaya.
Mereka pun menyatakan penolakan terhadap pemanfaatan mahasiswa dalam kegiatan semacam itu tanpa adanya jaminan dan mekanisme yang jelas serta mendesak adanya pertanggungjawaban dari pihak terkait atas wafatnya Athaya.
Baca juga: Presiden Prabowo ingin kirim lebih banyak mahasiswa Indonesia ke Eropa
Pewarta: Nabil Ihsan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.