
Gelaran Festival Ruang Bermusik yang rencananya digelar pada 19–20 Juli 2025 di Lanud Wiriadinata, Kota Tasikmalaya, masih menyisakan tanda tanya. Tiket terjual habis, tetapi izin penyelenggaraan dari Polda Jawa Barat, belum keluar.
Selain proses administratif, festival yang hendak mendatangkan Hindia ini juga menuai penolakan dari kelompok Aliansi Aktivis dan Masyarakat Muslim Tasikmalaya (Al-Mumtaz).
Mereka mempersoalkan kedatangan musisi Hindia, dengan tudingan band tersebut punya keterkaitan dengan simbol dan ajaran satanisme.

Ketua Al-Mumtaz, Ustaz Hilmi, menegaskan bahwa penolakan mereka bukan terhadap konser musik, melainkan pada dugaan simbol dan pemahaman menyimpang dari Hindia.
"Terkait band ini, ada indikasi band satanic, band yang memang menyerempet pada norma melanggar syariat, dengan pemahaman, simbol dajjal, dan baphomet. Itu saja yang jadi permasalahan," kata Hilmi dalam forum dengar pendapat Sabtu (12/7) di Saung Toncom, yang digelar oleh Polres Tasikmalaya Kota.
Hilmi menyebut selama ini konser band di Tasikmalaya berjalan dengan lancar, terkecuali Hindia. Hilmi mewakili Al-Mumtaz, mengaku hanya menyuarakan aspirasi masyarakat, dan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada pihak berwenang.
"Kalaupun tidak diizinkan Alhamdulillah, kalaupun diizinkan nanti, tentu atas nama bagian dari warga Tasikmalaya, berlepas diri. Bukan berarti kalau diizinkan kita demo besar-besaran, tidak. Kami hanya memberikan aspirasi, masukan kepada pemerintah, Polres. Toh begini loh band ini," tegas Hilmi.
Koordinasi antara EO dan Ulama
Hilmi menekankan bahwa sebelumnya sudah ada komitmen antara EO dan para ulama untuk saling berkoordinasi terkait pengisi acara. Namun koordinasi tersebut kali ini tidak ditempuh oleh penyelenggara Festival Ruang Bermusik.
"Dulu pernah ada komitmen, bahwa ketika ada event yang akan tampil, ada koordinasi dengan ulama atau memperhatikan syariat. Tapi ini tidak dilakukan oleh EO," jelas Hilmi.
Hingga berita ini ditulis, pihak EO belum memberi keterangan resmi terkait kepastian konser.
Respons Pihak Kepolisian
Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP Moh Faruk Rozi, mengungkapkan bahwa kewenangan penerbitan izin ada di Polda Jawa Barat.
Polres hanya memberikan rekomendasi berdasarkan hasil rapat dengan tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
"Rekomendasi yang akan kita keluarkan itu adalah rekomendasi uraian ataupun hasil dari rapat-rapat yang telah kita laksanakan selama 4 kali, dengan rapat kali ini," ungkap Faruk.
Faruk menegaskan bahwa Tasikmalaya dikenal sebagai kota toleran. Bagi Faruk, para ulama dan tokoh agama sebenarnya mendukung konser tersebut, asalkan tetap menjunjung regulasi dan nilai-nilai lokal.
"Tidak ada pembicaraan yang mengatakan bahwa konser tidak boleh. Malah konser didukung oleh alim ulama, oleh lembaga masyarakat seni, tetapi dengan memperhatikan masalah regulasi dan kearifan lokal yang selama ini ada di Kota Tasikmalaya," jelasnya.
Terkait kehadiran Hindia yang menjadi sorotan, Faruk sekali lagi menegaskan keputusan akhir berada di tangan Polda Jawa Barat.
"Sekali lagi, nanti Polda yang bisa kasih izin, kami hanya sebatas merekomendasikan. Rekomendasinya nanti kami akan menuangkan notulen rapat keempat ini," ujarnya.
Polres Tasikmalaya Kota mengambil langkah-langkah preventif, dengan mengadakan pertemuan antara para ulama dan tokoh masyarakat mengenai polemik ini.
"Ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, baik itu jadi atau tidak," tutup Faruk.
kumparan telah mencoba menghubungi pihak Hindia, namun belum mendapat tanggapan.