Liputan6.com, Jakarta Kylian Mbappe menghadapi kritik tajam di musim perdananya bersama Real Madrid. Didatangkan secara gratis dari Paris Saint-Germain, sang kapten Prancis langsung dibebani ekspektasi besar untuk mengangkat prestasi Los Blancos.
Namun, musim debutnya di Santiago Bernabeu berjalan jauh dari mulus. Real Madrid gagal mempertahankan gelar Liga Champions dan juga kehilangan peluang di kompetisi domestik, membuat Mbappe jadi sasaran utama kritik.
Performa sang penyerang di paruh pertama musim pun dianggap mengecewakan. Ia gagal mencetak pengaruh besar, bahkan sempat membuang peluang emas lewat penalti melawan Liverpool di Liga Champions serta Athletic Club di La Liga.
Kritik dan Perbandingan dengan PSG
Statistik Mbappe di awal musim memperburuk pandangan publik. Ia hanya rata-rata mencetak satu gol tiap dua laga, angka yang jauh menurun dibanding produktivitasnya di PSG. Situasi semakin panas karena PSG justru sukses menjuarai Liga Champions tepat setelah kepergiannya.
Emmanuel Petit menilai hal itu memunculkan narasi seakan Madrid tersandung karena kedatangan Mbappe. “Musim lalu, semua orang di PSG bilang sejak ia pergi, tim akhirnya punya jiwa, semua bermain untuk satu sama lain. Kini, seolah terbukti mereka benar menutup pintu untuk Mbappe,” ujar Petit.
Menurut mantan gelandang Barcelona dan Arsenal itu, publik mengambil jalan mudah dengan menyimpulkan kegagalan Madrid semata-mata karena hadirnya Mbappe. Ia menilai pandangan itu terlalu menyederhanakan masalah.
Tantangan di Madrid dan Peran Vinicius
Mbappe juga dikritik karena tidak bisa membangun kerja sama efektif dengan Vinicius Junior. Posisi Vinicius yang menempati sayap kiri membuat Mbappe dipaksa bermain sebagai penyerang tengah, peran yang masih menuai perdebatan.
Meski begitu, performanya meningkat seiring musim berjalan. Salah satu momen terbaiknya hadir saat ia mencetak hat-trick ke gawang Manchester City di babak playoff Liga Champions sebelum 16 besar.
Petit menegaskan, kegagalan Madrid lebih disebabkan masalah skuat yang ditimpa cedera pemain kunci.
Kehilangan Toni Kroos, penurunan performa Luka Modric, hingga absennya beberapa bek, membuat tim kesulitan bersaing. Ego antar pemain seperti Rodrygo, Vinicius, Bellingham, dan Mbappe juga ikut memperkeruh suasana.
Rekor Gol dan Rivalitas Kontra Barcelona
Meski gagal membawa trofi, Mbappe tetap menutup musim dengan catatan individu gemilang. Ia mencetak 44 gol dalam 59 pertandingan di semua kompetisi, termasuk 31 gol di La Liga yang memberinya Pichichi serta Sepatu Emas Eropa.
Salah satu performa yang menonjol adalah torehan lima gol dalam empat laga kontra Barcelona. Bahkan, ia sempat mencetak hat-trick di Camp Nou, meski Madrid harus kalah di semua pertandingan tersebut.
Petit menilai hal ini memperlihatkan bahwa musim debut Mbappe bukanlah kegagalan total. Hanya saja, semua sorotan publik tertuju padanya karena status bintang besar yang datang membawa ekspektasi tinggi.
Tekanan Mbappe untuk ke Puncak
Petit menyebut musim lalu sebagai masa transisi untuk Real Madrid. Karena itulah, perhatian publik dengan mudah jatuh kepada Mbappe sebagai wajah baru tim.
“Orang-orang berkata: Madrid gagal karena Mbappe datang, dan PSG juara karena ia pergi. Mungkin kebenarannya ada di tengah,” kata Petit.
Kini, beban semakin berat di pundak Mbappe. Ia datang ke Madrid dengan tujuan meraih Liga Champions dan Ballon d’Or, tapi justru PSG yang merebut trofi tersebut.