Liputan6.com, Jakarta Industri kosmetik terus berkembang pesat, menawarkan berbagai produk yang menjanjikan kecantikan dan perawatan kulit. Namun, di balik janji-janji tersebut, tersimpan potensi bahaya dari beberapa kandungan kimia yang seringkali luput dari perhatian konsumen.
Banyak produk kecantikan yang beredar di pasaran mengandung zat-zat tertentu yang, jika digunakan secara terus-menerus atau dalam konsentrasi tinggi, dapat menimbulkan efek negatif pada kulit dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Penting bagi setiap individu untuk menjadi konsumen yang cerdas dan teliti dalam memilih produk kosmetik. Memahami daftar bahan yang terkandung dalam produk adalah langkah awal yang krusial untuk melindungi diri dari risiko yang tidak diinginkan.
Beberapa bahan kimia tertentu telah diidentifikasi oleh para ahli dermatologi dan badan kesehatan sebagai pemicu masalah kulit serius, alergi, iritasi, hingga gangguan hormonal.
Artikel ini akan mengulas 8 kandungan kosmetik yang patut diwaspadai karena potensi bahayanya bagi kulit dan kesehatan. Dengan informasi ini, diharapkan Anda dapat membuat pilihan yang lebih bijak dan aman dalam rutinitas perawatan kecantikan Anda, memastikan kulit tetap sehat dan terhindar dari efek samping yang merugikan.
Paraben: Pengawet Kontroversial dalam Kosmetik
Paraben adalah kelompok bahan kimia yang umum digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk kosmetik, obat-obatan, dan makanan. Fungsinya adalah mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur, sehingga memperpanjang masa simpan produk. Jenis paraben yang sering ditemukan antara lain methylparaben, propylparaben, butylparaben, dan ethylparaben.
Mengutip dari Verywell Health, Kamis (31/7) meskipun efektif sebagai pengawet, paraben telah menjadi subjek kekhawatiran karena kemampuannya meniru hormon estrogen dalam tubuh. Paparan jangka panjang terhadap paraben dikaitkan dengan potensi gangguan hormonal, yang dapat memengaruhi sistem endokrin.
Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya jejak paraben dalam jaringan tumor payudara, meskipun belum ada bukti definitif yang menghubungkan paraben secara langsung sebagai penyebab kanker.
Badan regulasi seperti FDA dan Uni Eropa telah menetapkan batas aman penggunaan paraben, namun banyak konsumen memilih produk bebas paraben untuk mengurangi potensi risiko. Reaksi alergi seperti dermatitis kontak juga dapat terjadi pada individu yang sensitif terhadap bahan ini, ditandai dengan kemerahan, gatal, atau iritasi pada kulit.
Phthalate: Bahan Kimia Tersembunyi dalam Pewangi
Phthalate adalah kelompok bahan kimia yang digunakan untuk membuat plastik lebih fleksibel dan sebagai pelarut dalam berbagai produk, termasuk kosmetik. Dalam produk kecantikan, phthalate sering ditemukan dalam parfum, cat kuku, hairspray, dan lotion, berfungsi sebagai fiksatif untuk menjaga aroma tetap bertahan lebih lama atau sebagai pelarut.
Kekhawatiran utama mengenai phthalate adalah kemampuannya sebagai pengganggu endokrin, yang dapat memengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuh. Dalam sebuah tulisan yang diunggah laman Science Direct, paparan phthalate akan berdampak buruk pada sistem reproduksi, seperti penurunan jumlah sperma pada pria dan masalah perkembangan pada anak-anak. Beberapa studi juga mengindikasikan potensi hubungan dengan asma dan alergi.
Meskipun beberapa jenis phthalate telah dilarang dalam mainan anak-anak, penggunaannya dalam kosmetik masih diizinkan di banyak negara. Para ahli kesehatan menyarankan untuk membatasi paparan, terutama pada ibu hamil dan anak-anak.
Salah satu cara untuk menghindarinya adalah dengan memilih produk yang secara eksplisit menyatakan 'phthalate-free' atau 'fragrance-free', karena phthalate seringkali tersembunyi di balik label 'fragrance' atau 'parfum'.
Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan Sodium Laureth Sulfate (SLES): Agen Pembusa yang Agresif
SLS dan SLES adalah deterjen kuat yang umum ditemukan dalam sampo, sabun mandi, pasta gigi, dan pembersih wajah. Keduanya berfungsi sebagai agen pembusa yang menciptakan busa melimpah, memberikan sensasi bersih yang disukai banyak orang. SLS dikenal lebih kuat dan berpotensi lebih iritatif dibandingkan SLES, yang telah melalui proses etoksilasi untuk mengurangi sifat iritasinya.
Sebuah publikasi dari Fakultas Kedokteran University of Queensland pada tahun 2019 pernah mengungkap bahaya dari LS dan SLES. Meskipun efektif dalam membersihkan, SLS dan SLES dapat menghilangkan minyak alami kulit secara berlebihan, menyebabkan kulit menjadi kering, iritasi, dan rentan terhadap kerusakan.
Bagi individu dengan kulit sensitif atau kondisi seperti eksim dan rosacea, penggunaan produk mengandung SLS/SLES dapat memperparah gejala dan memicu peradangan. Efek samping yang sering dilaporkan meliputi kemerahan, gatal, dan rasa perih.
Beberapa penelitian juga mengindikasikan bahwa SLES, melalui proses etoksilasi, dapat terkontaminasi dengan 1,4-dioxane, zat karsinogenik yang dikenal. Meskipun jumlah kontaminasi biasanya sangat kecil, kekhawatiran tetap ada. Untuk meminimalkan risiko, disarankan memilih produk dengan label 'sulfate-free' atau yang menggunakan agen pembersih yang lebih lembut, terutama bagi mereka yang memiliki kulit kering atau sensitif.