Liputan6.com, Jakarta Serial Adolescence kembali menarik perhatian publik setelah menang besar di Emmy Awards 2025. Miniseri empat episode ini memenangkan delapan piala Emmy, termasuk Outstanding Limited or Anthology Series.
Sejak dirilis di Netflix pada Maret 2025 lalu, Adolescence memang langsung menarik perhatian publik. Tak hanya soal kisahnya, tentang seorang remaja 13 tahun bernama Jamie Miller (Owen Cooper), yang ditangkap polisi karena tuduhan pembunuhan seorang remaja perempuan. Namun juga karena sinematografi serial ini.
Adolescence menggunakan pendekatan berani yang jarang diambil oleh sineas lain, yakni one continuous shot. Setiap episode, yang masing-masing berdurasi sekitar satu jam, diambil dalam satu kali take saja. Kamera merekam tanpa henti dari awal hingga akhir, sementara para aktornya muncul silih berganti di depan kamera, menampilkan akting yang membawa naik turun emosi.
"Kamu klik tombol rekam, lalu tekan setop satu jam kemudian," kata Philip Barantini, sutradara Adolescence seperti dilansir dari situs Tudum Netflix pada Selasa (16/9/2025). Ia menambahkan, "Tak ada cut. Tak ada penyuntingan. Setelah mesin produksi dinyalakan, tak bisa berhenti atau mundur."
Series Netflix Adolescence tidak hanya menyajikan drama kriminal yang menegangkan, tetapi juga mengangkat fenomena sosial kontroversial: INCEL. Yuk, simak dalam video berikut ini! #fimelaupdate #fimelahariini #fmlmmd
Pakai Kamera untuk Adegan Aksi
Untuk merekam adegan Adolescence dengan pendekatan sinematografi ini, sutradara Barantini memilih kamera khusus yakni DJI Ronin 4D. Perangkat kamera ini dikenal memiliki fleksibilitas, sehingga biasanya digunakan untuk merekam adegan aksi.
Kemampuan ini dianggap pas untuk visualisasi Adolescence yang bergerak cepat, termasuk mengikuti karakter-karakternya lompat dari jendela, menaiki tangga, dan masuk ke dalam van yang melaju kencang.
Tentunya tak cuma satu kamerawan yang mengoperasikan perangkat ini. Sejumlah anggota kru harus saling menyerahkan kamera selama proses syuting — tanpa henti. Dalam akhir episode dua misalnya, kamera ini bahkan "dicantolkan" ke drone, yang membuat pengambilan gambar dengan sudut pandang bird's-eye view.
Namun tentunya rumitnya syuting Adolescence tak hanya berhenti untuk urusan kamera saja.
Soal Blockingan Kala Syuting
Tim Adolescence mesti merancang blocking atau posisi masing-masing pemain dan kru dalam masing-masing episode. Untuk melakukannya, Philip Barantini dan director of photography Matthew Lewis mesti menjelajahi lokasi syuting, memetakan set, dan membuat koreografi untuk penempatan kamera.
Setelahnya, tentu mereka mesti berlatih keras untuk memahami pergerakan dan menemukan ritme mereka saat syuting. Namun tim Adolescence masih membuka ruang mengenai perubahan yang akan terjadi saat pengambilan gambar.
"Saat para aktor tiba di lokasi syuting, pengambilan gambar belum sepenuhnya dikunci — tetapi kami sudah punya fondasi yang kokoh," kata sang sutradara.
Pengalaman Unik untuk Owen Cooper
Alih-alih terbebani, para pemeran Adolescence justru menganggap metode one continuous shot ini memberikan banyak ruang untuk menyalurkan kreativitas. Bahkan bagi Owen Cooper, yang debut ke dunia akting lewat serial ini.
"Aku belum punya patokan yang lebih baik, jadi pasti aku ingin melakukannya lagi," ujar Owen Cooper.
Ia menambahkan, "Ini lebih baik ketimbang selalu ada cut, berhenti, lalu mulai lagi. Karena begitu larut ke dalamnya, Anda akan larut sepanjang episode. Ini membuatnya terasa begitu bebas."