Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan nilai ekspor proyek hilirisasi nikel tahun 2024 mencapai US$ 33,9 miliar setara Rp 555,51 triliun (asumsi kurs Rp 16.387 per US$). Meningkat tajam dibanding nilai ekspor nikel pada tahun 2017 sebesar US$ 3,3 miliar setara Rp 54,07 triliun.
Bahlil mengatakan peningkatan nilai ekspor nikel dalam negeri berkat penyetopan ekspor bijih nikel yang diumumkan sejak tahun 2019 lalu.
"Kita menyetop ekspor ore nikel, dan apa yang terjadi di 2023? Ekspor kita mencapai hampir US$ 34 miliar. Dan di 2024 hampir mencapai US$ 40 miliar," katanya di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Hilirisasi nikel di Indonesia juga dinilai berdampak pada pandangan dunia terhadap Indonesia. Bahkan, kesuksesan proyek hilirisasi nikel Indonesia mendorong persaingan bisnis global.
"Sekalipun saya tahu sekarang persaingannya luar biasa, ada negara lain yang melakukan kampanye hitam terhadap pengelolaan sumber daya alam Indonesia, seolah-olah itu tidak ramah lingkungan," imbuhnya.
Menurut Bahlil, Indonesia menyimpan hingga 43% cadangan nikel dunia. Dari hal itu, Indonesia mendorong proyek hilirisasi nikel bisa menuju tingkat yang lebih jauh yakni menjadi baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
"Kita membuat regulasi yang luar biasa. Kita memberikan insentif, kita melarang ekspor ore nikel, kita harus menahan rayuan dari investor dan negara lain," tandasnya.
Menurut perhitungan Kementerian ESDM, proyek hilirisasi bijih nikel menjadi nikel sulfat memberikan nilai tambah mencapai 11,4 kali lipat. Sedangkan, jika diteruskan menjadi produk jenis prekursor, nilai tambah yang didapatkan menjadi 19,4 kali lipat.
Bila dilanjutkan menjadi produk sel baterai, maka nilai tambah hilirisasi nikel bisa melonjak mencapai 67,7 kali lipat.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Hanya Hilirisasi, Ini Kontribusi IMIP Buat Penyerapan Tenaga Kerja