
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Scott Bessent menyebut Presiden AS Donald Trump lebih mengutamakan kualitas kesepakatan ketimbang tenggat. Kebijakan dagang Trump dengan berbagai negara dijadwalkan mulai berlaku 1 Agustus 2025.
“Kami tidak akan terburu-buru demi mencapai kesepakatan”, ungkap Bessent dikutip dari Reuters, Selasa (22/7). Bessent menyebut Trump akan memberikan putusan terkait perpanjangan batas waktu negosiasi.
“Kita lihat saja apa yang ingin dilakukan presiden. Tetapi sekali lagi, jika kita kembali ke tarif 1 Agustus, saya rasa tingkat tarif yang lebih tinggi akan memberikan tekanan lebih besar pada negara-negara tersebut untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik,” ujar Bessent.
Trump telah mengguncang ekonomi global dengan perang dagang yang menyasar sebagian besar mitra dagang AS. Namun, pemerintahannya masih jauh dari rencana untuk mencapai kesepakatan dengan puluhan negara. Negosiasi dengan India, Uni Eropa, Jepang, dan negara-negara lain terbukti lebih sulit dari yang diperkirakan.
Sekretaris Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan Trump mungkin akan membahas isu perdagangan saat bertemu Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr di Gedung Putih pada hari Selasa.
Menurutnya, pemerintahan Trump masih aktif menjalin komunikasi dengan negara-negara lain dan bisa saja mengumumkan perjanjian baru atau mengirim pemberitahuan soal tarif sebelum 1 Agustus. Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Para diplomat mengatakan bahwa semakin banyak negara anggota Uni Eropa, termasuk Jerman, yang kini mempertimbangkan menggunakan langkah-langkah “anti paksaan”. yang akan memungkinkan blok tersebut menargetkan layanan AS atau membatasi akses ke tender publik jika tidak ada kesepakatan.
“Negosiasi mengenai tingkat tarif saat ini sangat intensif,” ujar Kanselir jerman Friedrich Merz dalam konferensi pers. “Amerika jelas-jelas tidak bersedia menyetujui pengaturan tarif simetris.”
AS-China Segera Berunding
Mengenai China, Bessent mengatakan akan ada pembicaraan dalam waktu dekat.
“Saya pikir perdagangan berada dalam kondisi baik, dan saya pikir, sekarang kita bisa mulai membicarakan hal-hal lain. Sayangnya, China adalah pembeli minyak Iran dan rusia yang dikenakan sanksi dalam jumlah yang sangat besar,” ujarnya.
“Kita juga bisa membahas masalah yang paling krusial, yaitu penyeimbangan besar-besaran yang perlu dilakukan China," lanjutnya.
Para pejabat AS telah lama mengeluhkan kelebihan kapasitas China di berbagai sektor manufaktur, termasuk baja. AS akan mendorong Eropa untuk mengikuti Amerika Serikat jika menerapkan tarif sekunder pada Rusia.
Dari Asia, Jepang, dan India juga sedang menghadapi tantangan dalam perundingan dagang dengan AS. Jepang kembali mengirim kepala negosiator tarif ke Washington, sementara negosiator India telah pulang ke New Delhi tanpa membawa hasil kesepakatan, meski waktu terus berjalan menuju tenggat 1 Agustus.
***
Reporter: Nur Pangesti