Nama Zara Qairina Mahathir, siswi di Sekolah Menengah Kebangsaan Agama Tun Datu Mustapha di Papar, Sabah, menjadi topik yang paling dibicarakan di Malaysia dalam beberapa minggu terakhir.
Dikutip dari Channel News Asia (CNA), Zara ditemukan tidak sadarkan diri setelah diduga jatuh dari lantai 3 asramanya sekitar pukul 04.00 waktu setempat pada 16 Juli lalu. Ia kemudian dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Queen Elizabeth I.
Dugaan perundungan atau bullying pun mencuat. Kasus ini bahkan viral di media sosial lewat tagar #JusticeforZara selama berminggu-minggu.
Bahkan, massa berkumpul di jalan di sepanjang kota di Sabah, termasuk di Sandakan, Kota Kinabalu dan Papar, menyerukan penyelidikan yang transparan dan mendesak mengakhiri budaya bullying di sistem pendidikan Malaysia.
Kepolisian setempat telah menangkap 5 remaja perempuan atas tuduhan bullying. Kelima remaja itu dituduh menggunakan kata-kata kasar terhadap Zara.
Pada Rabu (20/8) lalu, Hakim Elise Primus di Pengadilan Anak di Kota Kinabalu memutuskan bahwa kelima remaja itu tidak bersalah atas salah satu dakwaan yang diatur dalam Pasal 507C(1) KUHP. Pasal itu mengatur tentang pelanggaran penggunaan atau penyampaian bahasa atau komunikasi yang mengancam atau kasar.
Jika dinyatakan bersalah, mereka bisa dipenjara hingga satu tahun, didenda, atau bahkan keduanya.
Karena kelima pelaku masih berusia di bawah umur, pemerintah menyatakan mereka akan dilindungi oleh UU Anak 2001. Jaksa Agung (AGC) menyatakan kelima pelaku hanya akan didakwa atas pelanggaran terkait bullying, bukan pelanggaran yang berhubungan langsung dengan kematian Zara.
Meski demikian, Jaksa Agung menegaskan bahwa penyelidikan akan tetap dilanjutkan untuk menentukan penyebab sebenarnya kematian Zara.
Setidaknya kepolisian Sabah telah menerima 4 laporan terkait kasus kematian Zara. Salah satu laporan itu berasal dari ibu Zara, Noraidah Lamat.
Pada 30 Juli, keluarga Zara mengajukan laporan yang meminta agar jenazah Zara digali untuk memastikan apakah ada tindak pidana. Laporan itu menyusul rekaman percakapan telepon antara Noraidah dan Zara yang mengungkap ada beberapa siswa senior yang berulang kali melecehkan atau menindasnya.
"Salah satu siswa mengancam Zara, mengatakan, 'Jika aku menyentuhmu, kamu akan berdarah'," kata pengacara keluarga Zara.
Masih dalam laporan yang sama, Noraidah menyatakan keraguannya atas dugaan penyebab kematian Zara yang jatuh dari lantai 3 gedung asrama.
"Jenazah Zara tidak menunjukkan tanda-tanda trauma fisik, memar, atau cedera yang biasanya terkait dengan jatuh dari ketinggian semacam itu," kata pengacara keluarga Zara.
"Tidak ada autopsi yang dilakukan sebelum Zara dikubur," katanya lagi.
Menurut pengacara, Noraidah yakin Zara tidak bunuh diri. Sehingga, keluarga kembali mendesak agar jenazah Zara digali lagi dan dilakukan autopsi.
"Klien kami tidak mencantumkan informasi penting ini dalam laporan sebelumnya karena dia benar-benar lupa soal itu. Dia mengalami kesedihan yang mendalam sejak 16 Juli atas apa yang terjadi pada putrinya," kata pengacara terkait Noraidah yang kini mengingat pernah melihat memar di tubuh Zara.