
Konflik antara Iran dengan Israel menimbulkan kekhawatiran dari segi perdagangan. Terlebih muncul wacana ditutupnya Selat Hormuz, salah satu jalur dagang penting.
Menyikapi konflik ini, Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Irfan Anwar, melihat ekspor kopi ke negara-negara Teluk maupun Timur Tengah masih lancar dan belum menghadapi kendala.
“Enggak ada masalah, itu demand masih sangat besar. Baru dua minggu ini barang-barang yang di jalan ya, mungkin ada kendala sedikit, saya enggak lihat ada problem,” kata Irfan ketika dihubungi kumparan, Selasa (24/6).
Ia juga tak mengkhawatirkan adanya pembatalan pemesanan maupun pembatalan pengiriman. Sampai saat ini, Irfan menjelaskan tidak ada pembatalan pemesanan maupun pengiriman ekspor kopi ke negara-negara Teluk.
“Pembatalan mana bisa di kopi, by default itu enggak bisa. Delay mungkin. Delay ya. Saya tidak melihat ada problem,” ujarnya.
Terkait ekspor, saat ini ekspor ke negara-negara teluk seperti Bahrain, Kuwait, Irak, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab masih terhitung kecil, yakni di bawah 5 persen dari total ekspor. Di kawasan Timur Tengah maupun Teluk, negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah Mesir tepatnya di pelabuhan Alexandria dan UAE di pelabuhan Jebel Ali.
Irfan tak mengkhawatirkan konflik karena menurutnya pasar ekspor kopi Indonesia sangat luas. Saat ini ekspor kopi Indonesia menurut Irfan justru lebih besar ke Amerika Serikat (AS).
“Kebanyakan mereka (negara Teluk dan Timur Tengah) konsumsi robusta itu, tapi belum besar, karena kan negara konsumsi besar itu adalah Amerika, Eropa, Jepang,” ujarnya.
Terkait harga, Irfan juga melihat harga kopi Indonesia masih stabil di level yang baik dengan Arabika di USD 8.000 per ton dan Robusta USD 5.000 per ton.
Untuk persaingan negara pengekspor, saat ini Irfan menjelaskan saingan terbesar Indonesia adalah Vietnam. Hal ini karena jumlah total produksi Vietnam masih jauh lebih besar.
“Vietnam itu hasilnya yield-nya tinggi per hektare. Kita kan kira-kira 700-800 kg per hektare per tahun, mereka 2 ton per hektare per tahun,” kata Irfan.

Ekspor Kopi Indonesia
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021, Indonesia mengekspor kopi sebanyak 387,26 juta kilogram (kg) dengan nilai ekspor mencapai USD 858,56 juta atau setara Rp 14,08 triliun (kurs Rp 16.410 per dolar AS).
Negara tujuan ekspor terbesar pada tahun 2021 adalah AS sebesar 57.703.282 kg dengan nilai USD 194,82 juta atau sekitar Rp 3,19 triliun. Selain AS, negara lain yang menjadi tujuan utama ekspor kopi adalah Mesir, Belgia, Jerman, dan Inggris.
Tahun 2022, ada peningkatan signifikan dari sisi volume maupun nilai. Total ekspor kopi Indonesia mencapai 437,56 juta kg dengan nilai USD 1,15 miliar atau sekitar Rp 18,83 triliun. AS kembali jadi pembeli terbesar dengan nilai ekspor mencapai USD 268,92 juta atau sekitar Rp 4,41 triliun. Volume ekspor ke AS tercatat sebesar 55.866.983 kg. Belgia dan Inggris juga mengalami peningkatan nilai ekspor, masing-masing sebesar USD 64,90 juta dan USD 48,26 juta.
Pada 2023, ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan. Total volume menurun menjadi 279,94 juta kg dengan nilai USD 929,01 juta atau sekitar Rp 15,24 triliun. AS tetap menjadi pasar utama sebesar 36.706.561 kg dengan nilai USD 215,97 juta atau setara Rp 3,54 triliun, meski terjadi penurunan dari tahun sebelumnya. Penurunan juga tercatat di negara tujuan lainnya seperti Inggris dan Belgia, yang hanya mencatat nilai ekspor masing-masing USD 17 juta dan USD 19,53 juta.
Memasuki tahun 2024, ekspor kopi Indonesia kembali mengalami lonjakan. Total volume ekspor mencapai 316,72 juta kg, dengan nilai ekspor tertinggi dalam lima tahun terakhir, yaitu sebesar USD 1,64 miliar atau sekitar Rp 26,88 triliun. AS sekali lagi menempati posisi teratas sebagai negara tujuan ekspor sebesar 44.307.042 kg dengan nilai USD 307,43 juta atau Rp 5,04 triliun.
Untuk periode Januari hingga April 2025, nilai ekspor kopi Indonesia tercatat sebesar USD 709,11 juta, setara dengan Rp 11,63 triliun, dengan volume ekspor mencapai 126,92 juta kg. AS masih menjadi pembeli terbesar yakni 20.246.481 kg dengan nilai USD 128,26 juta atau sekitar Rp 2,10 triliun, diikuti oleh Belgia (USD 67,28 juta), Inggris (USD 54,17 juta), Mesir (USD 50,29 juta), dan Jerman (USD 43,06 juta).