Jakarta (ANTARA) - Direktorat Siber Polda Metro Jaya mengungkap kasus akses ilegal dan pembajakan siaran digital berbayar dan menyebarkannya secara ilegal kepada masyarakat.
Kasubdit I Ditressiber Polda Metro Jaya, AKBP Rafles Langgak Putra saat konferensi pers di Jakarta, Jumat, menjelaskan para pelaku berinisial S (53) dan KF (30) melakukan penyiaran ulang beberapa kanal (saluran) premium milik PT. Mediatama Televisi atau Nex Parabola.
"Mereka melakukannya dengan cara memodifikasi set top box (STB) dan perangkat pendukung lalu didistribusikan dengan metode penarikan kabel ke rumah pelanggan," katanya.
Baca juga: Polisi ungkap kasus pencurian dengan modus ilegal akses
Ia menjelaskan peristiwa tersebut terjadi pada 5 April 2024, di mana pihak PT. Mediatama Televisi atau Nex Parabola mendapatkan informasi perihal adanya dugaan tindakan pelanggaran dan melaporkannya pada 24 Juni 2024.
"Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan diketahui benar bahwa tersangka diduga telah menggunakan akses ilegal untuk mendistribusikan atau mentransmisikan beberapa kanal milik PT. Mediatama Televisi kepada masyarakat umum untuk kepentingan komersial," katanya.
Dalam penyiaran tersebut para tersangka tidak memiliki izin dari PT. Mediatama Televisi selaku pemegang Hak Siar untuk mengakses dan menyiarkan serta mendistribusikan ke khalayak ramai.
Rafles menambahkan para tersangka menyiarkan serta mendistribusikan sejumlah kanal seperti Champions TV1 HD, Champion TV2 HD, Champion TV3 HD, Champion TV5 HD, Cita Drama dan BBC.
"Selanjutnya, penyidik dari Subdit 1 Ditressiber Polda Metro Jaya melakukan upaya penangkapan terhadap pria berinisial S (53) dan KF (30) pada Kamis (24/7), di wilayah Jawa Timur," ucapnya.
Berdasarkan pengakuan tersangka S dan KF, menjual paket siaran dengan biaya pemasangan Rp350 ribu dan biaya berlangganan Rp30 ribu per pelanggan.
Baca juga: Polda Metro Jaya ungkap kasus manipulasi data lewat kartu SIM ponsel
"Dari hasil tindak pidana tersebut tersangka S mendapatkan keuntungan sebesar Rp14,3 juta per bulannya dengan total keuntungan Rp85 juta, sedangkan tersangka KF mendapatkan keuntungan sebesar Rp10 juta per bulannya dengan total keuntungan Rp60 juta selama enam bulan beroperasi," kata Rafles.
Keduanya dijerat dengan Pasal 46 Jo Pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 48 Jo Pasal 32 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Sebagaimana Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 118 ayat (1) Jo Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar," ujarnya.
Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.