Pemerintah memastikan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan di tengah ketidakpastian global akibat perubahan iklim, disrupsi teknologi, hingga ketegangan geopolitik. Pada kuartal II 2025 perekonomian tumbuh 5,12 persen dan sepanjang semester I mencapai 4,99 persen.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai pertumbuhan ini memberi ruang bagi Pemerintah untuk mengintegrasikan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) ke dalam kebijakan pemerintah maupun maupun praktik dunia usaha. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing global.
“Pemerintah terus berkomitmen dalam mendukung penerapan ESG sebagai fondasi pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia,” kata Susiwijono dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (11/9).
Susiwijono menyebut, sektor perkebunan serta energi dan pertambangan meraih skor ESG tertinggi. Dua sektor ini membuktikan kepatuhan dan kualitas ESG sejalan dengan keberlanjutan ekonomi.
Capaian ini memberi optimisme bagi arah kebijakan pemerintah sekaligus menegaskan resiliensi perekonomian nasional. Hal ini menjadi bukti pemerintah mampu bertahan menghadapi dinamika global dari konsumsi domestik yang signifikan.
Di sisi lain, Pemerintah juga menekankan pertumbuhan ekonomi harus berkualitas dengan mengurangi kesenjangan, menekan kemiskinan ekstrem, serta membuka lebih banyak kesempatan kerja.
Selain itu, aspek keberlanjutan khususnya terkait isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah memperkuat berbagai kerja sama multilateral, termasuk melalui forum G20 dan skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
“Integrasi prinsip ESG diharapkan tidak hanya menjadi standar global, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam memperkuat daya saing, menjaga stabilitas ekonomi, serta memastikan pembangunan Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Saat ini Indonesia tengah menempuh proses aksesi menuju keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dimana standar OECD sendiri mencakup seluruh sektor termasuk aspek ESG.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah terus memperkuat kebijakan domestik melalui berbagai stimulus ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, pemerintah telah menyalurkan bantuan sosial, subsidi, dan program penguatan daya beli masyarakat. Sedangkan pada sisi penawaran, pemerintah telah memberikan insentif industri padat karya, diskon tarif transportasi, dan berbagai program lainnya.
“Strategi tersebut bertujuan untuk dapat menjaga konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama perekonomian nasional,” ungkapnya.