
MENTERI Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan Indonesia telah berhasil menekan angka luasan kebakaran hutan, dari 2,6 juta hektare pada 2015 menjadi hanya 213 ribu hektare pada 2025. Terkait itu, Juru Kampanye dari Pantau Gambut Wahyu Perdana menilai, perbandingan data karhutla dari tahun 2015 dan 2025 tidak relevan.
"Penting bagi kementerian terkait tidak hanya kemenhut termasuk ATR- BPN, kementan, kemen LH yang juga terkait konsesi non-kehutanan, secara terbuka membuka luas area karhutla, termasuk data tren per tahunnya. Begitu juga luas area konsesi terbakar dan upaya penegakan hukum yang telah dilakukan," kata Wahyu saat dihubungi, Minggu (12/10).
Mengutip data Madani Berkelanjutan, Wahyu menyebut luas area terbakar pada Juli 2025 mencapai 99.099 hektare, hampir dua kali lipat dibanding 53.973 hektare pada Juli 2023. Kenaikan tajam juga terjadi pada jumlah titik panas di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang melonjak empat kali lipat, dari 3.157 titik pada Juli 2023 menjadi 13.608 titik pada Juli 2025.
Menurutnya, kebakaran di ekosistem gambut memiliki dampak lebih serius karena menandakan kerusakan ekologis yang lebih luas serta menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih besar. Laporan terbaru Pantau Gambut bertajuk “Lonjakan Karhutla 2025: Narasi Cuaca Panas Menutupi Tanggung Jawab Pemerintah dan Korporasi” menegaskan peningkatan luas kebakaran tahun ini tak bisa hanya dijelaskan oleh faktor cuaca.
Pantau Gambut mencatat, sepanjang Januari–Agustus 2025, terdapat Area Indikatif Terbakar (AIT) seluas 89.330 hektare yang tersebar di area konsesi Hak Guna Usaha (HGU) sawit, migas, minerba, dan PBPH di seluruh Indonesia. Di ekosistem gambut, ditemukan 9.336 titik api pada area HGU dan PBPH pada periode yang sama.
Beberapa korporasi bahkan disebut memiliki luas kebakaran paling besar di dalam area konsesi mereka. PT Sumatera Riang Lestari, misalnya, tercatat memiliki area karhutla terluas di KHG dengan 4.787 hektare, disusul PT Sumalindo Lestari Jaya II di luar KHG dengan 1.100 hektare. Sementara di konsesi HGU, PT Sumatera Unggul Makmur 2 tercatat memiliki 260,5 hektare area terbakar di KHG, dan PT Mitra Austral Sejahtera sekitar 600 hektare di luar KHG.
Di tingkat provinsi, Kalimantan Barat menjadi wilayah dengan lonjakan karhutla tertinggi pada periode Juli–Agustus 2025. Dalam kurun dua bulan, AIT di provinsi tersebut naik dari 1.300 hektare pada Juni menjadi 40.000 hektare pada Agustus. Pada periode yang sama, titik panas di area KHG di Kalbar melonjak dari 327 menjadi 7.483 titik.
Pantau Gambut dan Madani Berkelanjutan juga mendesak pemerintah untuk menegakkan prinsip strict liability, yang mewajibkan perusahaan bertanggung jawab penuh atas kebakaran di area konsesinya tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
“Kami mendesak penegak hukum untuk terus menindak perusahaan yang di area konsesinya terbakar. Prinsip strict liability harus diterapkan secara konsisten,” ungkapnya.(M-2)