
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Ade Suherman mengatakan pemangkasan anggaran merupakan bagian dari efisiensi. Namun secara prinsip, pelayanan publik harus tetap maksimal. Terlebih, warga Jakarta bergantung pada transportasi umum. Seperti TransJakarta, MRT, dan LRT.
“Maka efisiensi jangan sampai menurunkan kenyamanan dan keselamatan mereka,” ujar Ade melalui keterangannya, Minggu (12/10).
Pada 2023, subsidi Public Service Obligation (PSO) untuk TransJakarta sempat dipangkas sebesar Rp336 miliar, dari usulan awal Rp3,9 triliun. Meski demikian, layanan operasional TransJakarta tetap berjalan normal.
Memasuki 2024, TransJakarta berhasil menekan rasio subsidi per pelanggan menjadi Rp9.831 per penumpang. Sekaligus meningkatkan jumlah armada hingga 4.388 unit. Ribuan unit itu melayani 235 rute di seluruh wilayah Jakarta.
Selain itu, pendapatan nontiket (nonfarebox) meningkat tajam menjadi Rp218,4 miliar, atau naik 3,5 kali lipat dibanding dua tahun sebelumnya.
Capaian tersebut, kata Ade, membuktikan efisiensi anggaran dapat berjalan tanpa mengorbankan kualitas pelayanan.
“TransJakarta bisa menjadi contoh bahwa efisiensi bukan berarti pemangkasan layanan. DPRD akan terus menjalankan fungsi pengawasan agar efisiensi ini tidak berimbas pada kualitas,” tegas dia.
Berdasarkan laporan keuangan Badan Pembinaan BUMD (BPBUMD) DKI Jakarta, aset TransJakarta pada 2024 tercatat sebesar Rp7,66 triliun.
Liabilitas Rp2,80 triliun dan ekuitas Rp4,86 triliun. Total pendapatan usaha periode yang sama mencapai Rp4,47 triliun.
Karena itu, ia mengajakan masyarakat untuk semakin aktif menggunakan transportasi publik. Hal itu sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan subsidi pemerintah daerah.
“Dengan kondisi fiskal yang menantang, DPRD berkomitmen mendorong Pemprov DKI menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kualitas pelayanan publik,” tandas Ade.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menyampaikan rencana mengaji ulang besaran subsidi transportasi umum. Sebagai upaya efisiensi. Menyusul pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat.
Namun rencana efisiensi itu, tegas Pramono, tidak otomatis kenaikan tarif transportasi publik.
"Tentunya harus ada hal yang bisa menutupi (anggaran Jakarta). Contohnya, subsidi transportasi kita kan besar sekali. Tapi ini belum tentu dinaikkan, saya hanya menyampaikan contohnya,” tutur Pramono. (Far/P-1)