
Rencana pemerintah membuat aturan mengenai pajak untuk pedagang toko online ramai dibahas. Selain bisa mengerek penerimaan pajak, kebijakan ini dianggap sebagai penyederhanaan administrasi perpajakan, serta menciptakan perlakuan yang setara antara pelaku toko online.
Bila pedagang toko online ini dikenakan pajak, akankah berpengaruh pada harga barang?
Menurut ekonom digital CELIOS, Nailul Huda, kebijakan tersebut tidak akan berpengaruh pada harga barang. Terlebih, penjual yang dipajaki adalah mereka yang memiliki omzet Rp 500 juta per tahun. Meski begitu, gejolak penolakan menurut Nailul pasti bisa terjadi.
Nailul juga melihat ini sebagai langkah pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang sama antara penjual daring dan luring. Dengan begitu, akan terjadi level of playing field yang sama dan tidak ada pengkhususan bagi penjual daring.
“Jika penjual tersebut omzet-nya Rp 1 miliar, masa tidak dipajaki? Kan harusnya dipajaki juga. Jadi bukan dari potensi penerimaan yang kita prediksi di angka Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun saja. Tapi dari sisi kesamaan regulasi antara penjual di toko daring dan luring,” ujar Nailul kepada kumparan, Sabtu (28/6).
Nailul mengungkapkan, sebagian penjual di e-commerce sudah tergolong sebagai pembayar pajak bahkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Ia berharap nantinya pajak bagi toko online bisa menyasar pelapak yang belum terdaftar sebagai PKP.
“Maka, harus ada integrasi data dulu, jangan sampai ada pelapak yang sudah taat pajak tapi dipotong pajak lagi,” katanya.
Sementara pengamat pajak dari Universitas Indonesia, Prianto Budi Saptono, menilai efektivitas kebijakan ini baru bisa dilihat jika sudah ada rencana implementasinya.
Walaupun ia juga melihat langkah tersebut sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan penerimaan pajak yang sempat terkontraksi.
“Jawaban terkait kata efektif tidak bisa diperoleh secara akurat karena kebijakannya belum ada. Paling tidak, upaya tersebut ditempuh sebagai terobosan untuk meningkatkan penerimaan pajak yang sudah terkontraksi sejak Januari sebagai akibat Coretax,” kata Prianto.
Untuk meningkatkan penerimaan pajak seperti yang ditarget Presiden Prabowo sebesar Rp 2.189 triliun pada tahun 2025, ia juga berharap pemerintah memiliki terobosan lain.
“Terobosan kebijakan lainnya juga tidak mustahil akan dicari lagi guna memanfaatkan sisa waktu di Juli sampai Desember 2025. Tujuannya adalah agar target penerimaan pajak di UU APBN 2025 tetap tercapai,” ujarnya.