Ini disebut Managing Director Suzuki Indomobil Motor (SIM), Shodiq Wicaksono sebagai situasi yang memprihatinkan.
“Jadi sebetulnya kalau perang harga menurut saya itu hal yang wajar kalau dalam dunia marketing lah ya. Tapi kan kemudian ini menjadi sangat bermasalah ketika pasarnya juga turun,” ujar Shodiq saat ditemui di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 baru-baru ini.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penyerapan unit baru mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Sepanjang Januari hingga Juni 2025, penjualan mobil secara wholesales turun 8,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 374.740 unit, dari sebelumnya 410.020 unit pada periode yang sama pada 2024.
Sementara itu, penjualan ritel atau langsung ke konsumen juga terkoreksi 9,7 persen menjadi 390.467 unit dari 432.453 unit.
Shodiq bilang, dampak dari kondisi ini tak hanya dirasakan oleh pabrikan, tetapi juga menekan rantai pasok industri otomotif secara menyeluruh.
“Artinya, tentunya bukan hanya kami yang suffering ya, karena produksi turun, otomatis biaya fixed cost juga harus ditanggung lebih tinggi kan berarti untuk per unitnya. Teman-teman supplier di akhirnya mengalami masa-masa sulit," tuturnya.
Meski tekanan ekonomi meningkat, Suzuki berkomitmen untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
“Saat pandemi Covid pun kami berkomitmen untuk tidak melakukan lay-off ya, kami akan menjaga. Makanya tadi efisiensi dan lain sebagainya itu pun jadi salah satu cara kami menekan biaya, supaya tetap bisa menggaji karyawan. Walaupun risiko tetap ada ya, mau tidak mau,” kata Shodiq.
Secara nasional, kinerja produksi mobil pada paruh pertama 2025 juga ikut tertekan. Produksi tercatat turun 1,7 persen (yoy) menjadi 552.509 unit, dibandingkan 561.946 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Ia menambahkan bahwa kompetisi harga sah-sah saja dilakukan selama didukung oleh kondisi ekonomi makro yang stabil dan volume penjualan kendaraan yang terus tumbuh.
“Perang harga mungkin bisa saja dilakukan, tapi kalau secara ekonomi makronya menjadi lebih bagus, otomatis volumenya naik, menjadi bisnis seperti biasa saja. Jadi harapan kami selalu positif sehingga tahun depan jadi lebih bagus lagi, jadi kami harus bertahan," tuntasnya.