
Partai NasDem menyatakan penolakan tegas terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan lokal. Putusan tersebut dinilai tidak hanya inkonstitusional, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengarah pada munculnya semangat federalisme di daerah.
“NasDem menilai ada dua hal krusial dalam putusan MK ini. Pertama, MK sebagai penjaga konstitusi justru melanggar konstitusi itu sendiri. Kedua, MK tidak konsisten dengan putusan sebelumnya,” tegas Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Saan Mustopa, Sabtu (5/7/2025).
Menurut Saan, pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah akan membuka ruang ego kedaerahan yang mengancam integrasi nasional. Selain itu, putusan MK juga dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, terutama Pasal 22E yang mengatur pemilu serentak lima tahunan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
“Ketika pemilihan legislatif digabung dengan pilkada, maka itu berarti masa jabatan DPRD akan berubah menjadi tujuh tahun. Ini jelas bertentangan dengan ketentuan konstitusi yang menetapkan masa jabatan lima tahun,” ujar Saan.

Ia juga menyoroti inkonsistensi MK dalam putusannya. Pada 2019, MK telah menegaskan bahwa pemilu serentak lima kotak merupakan bentuk penguatan sistem presidensial yang sesuai dengan amanat konstitusi, dan telah disepakati mayoritas partai politik di parlemen.
“Ketidakkonsistenan ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan politik yang berbahaya bagi tatanan negara. Sebuah putusan yang final dan mengikat semestinya memperkuat, bukan justru merusak sistem yang sudah berjalan,” kata Saan.
NasDem, lanjutnya, akan mengkaji lebih dalam implikasi hukum dari putusan tersebut melalui Fraksi NasDem bersama Komisi II dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Namun, sikap partai sudah jelas.
“Ini adalah sikap resmi NasDem. Kami menolak putusan tersebut,” tegasnya.