
KPK menggeledah rumah pribadi milik Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Sumut, Topan Obaja Ginting. Penggeledahan itu terkait perkara dugaan korupsi proyek jalan di Sumut.
Rumah Topan berada di Perumahan Royal Sumatera Cluster Topaz, Jalan Jamin Ginting, Kota Medan. Tidak ada nomor rumah yang terpasang di bangunan tersebut.
Tembok rumah dua lantai itu bercat putih. Sementara pagarnya berwarna hitam. Pintu masuknya berwarna cokelat kayu.
Di samping pintu utama rumah itu terdapat garasi berpagar hitam. Terlihat ada satu motor Yamaha dan ATV yang terparkir di depan pagar tersebut.
Sebagian halaman rumahnya diberi rumpu ala Jepang.

Dalam penggeledahan, KPK menemukan uang tunai Rp 2,8 miliar dan dua pucuk senjata api dari kediaman Topan. Belum ada keterangan dari Topan Ginting mengenai penggeledahan dan penemuan uang serta senjata tersebut.
Sementara itu juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan akan mendalami asal-usul uang tersebut. "Tentunya semua akan didalami baik asal-muasal dari uang tersebut ataupun uang tersebut nanti akan dialirkan ke mana," kata Budi, kepada wartawan, Rabu (2/7).

Begitu juga dengan temuan senjata api yang disita KPK dari kediaman Topan. KPK akan berkoordinasi dengan polisi untuk menyelidiki lebih jauh.
"Mengenai asal dari senjata api tersebut, nanti akan didalami oleh penyidik dan dikoordinasikan dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak kepolisian," ujar Budi.
Kasus Jalan di Sumut
Kasus ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6) kemarin. OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.

Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Para tersangka belum memberikan keterangan soal kasus tersebut.
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK. Dia pun mengaku siap apabila diminta KPK untuk memberikan keterangan terkait korupsi proyek pembangunan jalan di daerahnya.