
KPK telah menggelar OTT di Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada Kamis (26/6) malam, terkait dengan kasus korupsi proyek pembangunan jalan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa operasi senyap itu bermula dari pengaduan masyarakat terkait adanya pengerjaan proyek infrastruktur jalan yang kurang bagus di Sumatera Utara.
"Sejak beberapa bulan yang lalu, itu ada informasi dari masyarakat kepada kami, terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, kemudian juga adanya infrastruktur di wilayah tertentu di Sumatera Utara, kualitasnya yang memang kurang bagus," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6).
"Sehingga, diduga ada tindak pidana korupsi pada saat pembangunannya," jelas dia.
Berbekal dari laporan tersebut, Asep menyebut bahwa pihaknya kemudian menerjunkan tim untuk melakukan pengecekan langsung ke lapangan.
"Kami menurunkan tim, di sana melakukan assesment, survei, dan lainnya, ditemukan lah bahwa memang apa yang dilaporkan oleh masyarakat itu benar adanya. Dilihat dari kualitas jalan itu sendiri, dari situ," terang Asep.
Adapun OTT itu terkait dengan dua perkara berbeda. Pertama, proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Kedua, terkait proyek di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumut. Nilai total kedua proyek tersebut yakni sebesar Rp 231,8 miliar.
Kasus itu diduga terjadi dengan dua orang pihak swasta, yakni Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar, dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang, berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap.

Uang suap diduga diberikan kepada Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar, dan PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Sehingga, proses lelang itu diduga terjadi tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"PT DNG ini dan [perusahaan] milik Saudara RAY [Rayhan] ini sudah melaksanakan proyek jalan ini sejak 2023, bahkan sebelumnya, tapi yang dilaporkan [masyarakat] sejak 2023," ungkap Asep.
"Kemudian, di pertengahan tahun ini akan ada lagi proyek jalan, di mana perusahaan Saudara KIR [Akhirun] dan Saudara RAY ikut lagi untuk lelang di e-katalog, nah mereka itu sudah komunikasi kembali," bebernya.
Saat pengecekan ke lapangan, Asep menjelaskan bahwa pihaknya memperoleh informasi adanya penarikan uang sebesar Rp 2 miliar. KPK menduga bahwa uang itu yang digunakan Akhirun dan Rayhan sebagai uang suap.
"Selain tadi tim yang sudah turun untuk assesment dan lain-lain atas laporan dari masyarakat, diturunkan juga [tim lain], ini karena dugaan kami ini akan terjadi penyerahan sejumlah uang, untuk memenangkan kembali proyek jalannya," tutur Asep.
Penyerahan uang pun terjadi. Saat itu, kata Asep, KPK kemudian melakukan penangkapan terhadap sejumlah pihak yang diduga terlibat dan menyita barang bukti, termasuk uang sebesar Rp 231 juta. Uang itu diduga hanya sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek pembangunan jalan tersebut.
"Bukti-bukti yang kami peroleh itu BBE, catatan-catatan, dan sejumlah uang, yang kita hari ini tampilkan adalah jumlah uangnya yang dari Rp 2 miliar tadi, ya sisanya Rp 231 juta," ucap Asep.
"Untuk BBE, ini sedang didalami saat ini, kemudian catatan-catatan," imbuh dia.

Pada saat konferensi pers itu, KPK juga sempat menampilkan uang sitaan sebesar Rp 231 juta tersebut di hadapan awak media. Asep pun menekankan bahwa pihaknya akan terus menelusuri aliran uang yang diduga terkait dengan suap proyek pembangunan jalan tersebut.
"Nah, tentunya ini juga kami sedang mencari dan mengikuti ke mana saja uang tersebut didistribusikan, kami berkoordinasi dan bekerja sama dengan stakeholder lain, dalam hal ini PPATK maupun stakeholder yang lainnya," pungkasnya.
Dalam kasus ini, KPK pun menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, KPK melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 28 Juni sampai dengan 17 Juli 2025. Penahanan itu dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.