
Seseorang yang hanya mampu belanja Rp 20.205 per hari untuk kebutuhan hidup, masuk kategori penduduk miskin. Ini berdasarkan batas baru garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan periode Maret 2025.
Dari angka itu, pengeluaran penduduk miskin mayoritas digunakan untuk makanan, yakni 74,58 persen dari total konsumsi. Sisanya hanya 25,42 persen dialokasikan untuk kebutuhan non-makanan seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Ini menandakan betapa sempitnya ruang gerak keuangan rumah tangga miskin.
“Yang dinamakan penduduk miskin adalah pada saat pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan Maret 2025 berdasarkan Susenas sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan,” kata Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jumat (25/7).
Ateng menjelaskan, garis kemiskinan ini mengalami kenaikan 2,34 persen dibandingkan September 2024. Secara rinci, garis kemiskinan di perkotaan tercatat Rp 629.561 per kapita per bulan, naik 2,24 persen. Sementara di pedesaan angkanya Rp 580.349, naik 2,42 persen.
Jumlah Penduduk Miskin Turun
Kendati garis kemiskinan naik, jumlah penduduk miskin justru turun. Pada Maret 2025, jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat 23,85 juta orang, setara 8,47 persen dari total populasi. Angka ini turun 0,2 juta orang atau 0,1 persen poin dari September 2024.
Namun, disparitas wilayah masih mencolok. Di perkotaan, tingkat kemiskinan naik menjadi 6,73 persen (naik 0,07 persen poin). Sebaliknya, di perdesaan turun signifikan menjadi 11,03 persen (turun 0,31 persen poin).
Salah satu penyebab memburuknya kemiskinan di kota adalah meningkatnya jumlah setengah pengangguran, yakni orang yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan tambahan. Di kota, jumlah mereka meningkat 0,46 juta orang dari Agustus 2024 ke Februari 2025.
Selain itu, kenaikan harga pangan seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih juga memukul daya beli warga miskin kota.
“Penduduk kota tergantung pada harga pasar, kenaikan harga akan berpengaruh terhadap daya belinya, terutama kelompok miskin dan rentan,” kata Ateng.