Penyelesaian kasus Munir dinilai bisa menjadi preseden penting bagi perlindungan pembela HAM.
8 September 2025 | 09.54 WIB
KOMITE Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendesak Komnas HAM dan Jaksa Agung bekerja secara objektif dan membuka temuannya atas kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Dalang pembunuhan Munir belum terungkap setelah 21 kematiannya tepat pada 7 September 2025. Ia diracun saat terbang dengan Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Amsterdam pada 7 September 2004.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Ketua KASUM Usman Hamid mengatakan penyelesaian kasus Munir seharusnya bisa menjadi preseden penting bagi perlindungan pembela HAM. Menurut dia, langkah negara menyelesaikan kasus ini akan menjadi momentum penghormatan HAM. Sebaliknya, jika dibiarkan berlarut, semakin jelas bahwa aktivis bisa diperlakukan sewenang-wenang, dibunuh dan pelakunya akan tetap bebas.
“KASUM mendesak negara untuk segera membuka kembali kasus Munir. KASUM juga mendesak Komnas HAM dan Jaksa Agung untuk bekerja secara objektif dan segera mengumumkan temuannya,” kata Usman dalam keterangan kepada Tempo, Senin, 8 September 2025.
KASUM pun mengecam sikap negara yang tidak peduli pada kasus pembunuhan Munir. Menurut Usman, Munir adalah pejuang hak asasi manusia yang berani dan konsisten di Indonesia. Dalam situasi saat ini, sosok Munir diperlukan untuk menyikapi merebaknya unjuk rasa Agustus lalu, yang menolak kebijakan pro-elit namun berujung tewasnya warga, mulai dari pengemudi ojek daring, mahasiswa, hingga pelajar.
“Ini mengingatkan kami, sejak kematian Munir pada 7 September 2004, pola kekerasan negara terus berulang, budaya impunitas dipelihara, dan hukum hanya menjadi alat kepentingan penguasa,” kata Usman.
KASUM menegaskan kasus Munir merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang direncanakan lewat operasi rahasia. Petinggi intelijen tak hanya menyalahgunakan badan intelijen, tapi juga maskapai penerbangan milik negara. “Ini jelas pelanggaran HAM berat,” kata Usman.
Usman mengatakan dirinya tidak ragu atas kemampuan negara membongkar kasus Munir, tetapi langkah hukum selalu tersendat faktor politik. Misalnya, seperti diberitakan Tempo pada 4 November 2024, elite DPR meminta Komnas HAM menunda penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat yang dianggap dapat memicu “kegaduhan” di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo–Gibran.
Setelah 100 hari pertama pemerintahan berlalu, Komnas HAM pun tak memberi kemajuan. Menurut Usman, ini adalah upaya sistematis untuk menutupi kasus Munir. Ia menilai intervensi elite politik berhasil melemahkan Komnas HAM
“Cara pelemahan seperti ini bukan hal baru. Sedari awal, kebenaran kasus Munir dianggap berbahaya bagi elite,” kata Usman.
Usman menilai masalah utama bukan hanya lemahnya kemauan politik, tetapi ada segelintir elit politik yang berperan aktif mengubur dalam-dalam kasus ini.
Selain itu, KASUM telah menyurati Ketua Komnas HAM pada 25 Agustus 2025 untuk menanyakan informasi penyelidikan kasus Munir. Komnas HAM sendiri telah memberitahukan Jaksa Agung. Tapi hingga kini tak ada kemajuan. Padahal, kata Usman, Undang-Undang HAM dan Pengadilan HAM mewajibkan Komnas HAM dan Jaksa Agung bekerja jujur dan benar, bukan membeli waktu untuk meredam tekanan politik. “Berlarutnya penyelidikan ialah penundaan yang tak wajar (undue delay),” ujar Usman.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyampaikan perkembangan penyelidikan kasus Munir. Anis menjabarkan setidaknya ada lima hal yang telah dilakukan oleh tim ad hoc.
Pertama, Komnas HAM telah mengumpulkan bukti dokumen dari sejumlah lembaga dan instansi. Kedua, tim telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. “Hingga saat ini terdapat 18 orang saksi yang telah diperiksa,” kata Anis dalam keterangan tertulis pada Ahad, 7 September 2025.
Ketiga, tim ad hoc berkoordinasi dengan sejumlah instansi yang berwenang untuk kepentingan penyelidikan. Keempat, tim penyelidik telah melakukan review terhadap berita acara pemeriksaan saksi (BAP) dalam rangka menyusun kerangka temuan dan petunjuk lainnya.
“Selain itu, tim rutin melakukan rapat koordinasi dengan para pihak, dan melakukan rapat rutin untuk membahas perkembangan penyelidikan,” ujar Anis.
Kelima, tim penyelidik telah menyusun perkembangan hasil penyelidikan ke dalam laporan. Adapun sebagai tindak lanjut dari proses penyelidikan, tim penyelidik menegaskan masih akan melakukan tahapan penyelidikan.
Beberapa tahap penyelidikan tersebut antara lain menelusuri bukti dokumen lainnya yang relevan berkaitan dengan peristiwa pembunuhan Munir Said Thalib dan serangan terhadap human rights defender atau HRD; melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap saksi-saksi yang terdiri dari sejumlah klasterisasi; serta melakukan koordinasi lanjutan dengan sejumlah instansi berwenang dalam rangka percepatan proses penyelidikan.
Kemudian, Komnas HAM akan berkoordinasi dengan penyidik Kejaksaan Agung dan merampungkan laporan hasil penyelidikan.
Selama hidupnya, Munir Said Thalib dikenal sebagai pejuang gigih untuk keadilan, terutama di masa Orde Baru. Ia sering terlibat dalam memperjuangkan hak buruh, aktivis mahasiswa, pemuda, dan kelompok masyarakat tertindas lainnya. Sebagai anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Munir aktif mengikuti aksi-aksi menuntut keadilan dan melawan ketidakadilan.