
Pemerintah tengah mendorong impor indukan sapi hidup yang dilakukan melalui skema investasi mandiri oleh pelaku usaha. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengatakan saat ini sebanyak 20.000 sapi impor dari luar negeri telah sampai di Indonesia hingga pertengahan Juni 2025.
Ekonom pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Madani, menilai kebijakan ini perlu disertai skema yang adil agar tidak hanya menguntungkan investor besar, tetapi juga memberdayakan peternak lokal. Selain itu, insentif pemerintah harus berbasis output dan tidak diberikan begitu saja.
“Dalam hal ini pemerintah harus merancang regulasi yang mengikat seperti insentif fiskal, misalnya, tax holiday atau pengurangan pajak investasi kepada indikator kinerja spesifik, seperti peningkatan produksi daging lokal, penyerapan tenaga kerja peternak atau ada transfer teknologi ke peternak lokal,” ujar Eliza kepada kumparan, Minggu (29/6).
Menurutnya, skema seperti ini akan memastikan investor memberikan kontribusi nyata bagi penguatan industri peternakan dalam negeri. “Ini dapat menjadi indikator untuk memastikan kalau investor betul-betul berkontribusi pada eksternalitas positif, bukan hanya memaksimalkan profit doang,” tambahnya.
Tak hanya itu, Eliza menekankan pentingnya membangun kemitraan yang adil antara investor dan peternak lokal. Ia menyarankan agar regulasi mewajibkan investor swasta menjalin kemitraan melalui skema kontrak yang jelas, misalnya dengan menetapkan harga minimum (floor price) untuk pembelian hasil ternak.
Eliza juga mengusulkan kebijakan semacam Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk peternakan. “Sebaiknya perlu ada semacam mandatory seperti TKDN di mana investor penyerapan produk lokal, misalnya 40-50 persen daging atau susu lokal untuk industri pengolahan. Ini bisa menjaga daya saing peternak rakyat,” ucap Eliza.
Ia pun menegaskan, yang paling penting adalah tersedianya transparansi dan sistem monitoring yang komprehensif. Sistem tersebut sebaiknya mencakup mekanisme pelaporan secara berkala oleh investor, seperti data realisasi impor sapi dan dampaknya terhadap produksi lokal, guna memastikan akuntabilitas.
“Sebetulnya keberadaan investor ini untuk mengungkit produksi dalam negeri, hanya saja bagaimana agar berkeadilan bagi peternak kecil yang jika tanpa intervensi pemerintah peternak kecil akan kalah saing yang lama-lama mengurangi jumlah peternak lokal,” katanya.
Menambahkan Eliza, Pengamat Pertanian dan Pangan Syaiful Bahari menegaskan bahwa pelibatan peternak rakyat adalah kunci keberhasilan investasi sektor peternakan sapi.

“Jika pengembangan peternakan sapi nasional ingin berhasil memang harus melibatkan peternak rakyat. Skemanya investor atau pengusaha bisa mengambil sistem inti plasma. Di satu sisi pihak inti juga tidak banyak keluar biaya untuk lahan dan tenaga kerja. Peternak rakyat yang dibentuk secara berkelompok juga memperoleh sapi yang bagus dan jaminan pasar,” jelas Syaiful.
Ia menilai, skema ini tak hanya memperkuat posisi peternak lokal, tetapi juga meningkatkan peluang Indonesia mencapai swasembada daging. “Semakin banyak program inti plasma dikembangkan maka peluang swasembada daging bisa tercapai,” ujar Syaiful.
Syaiful menuturkan bahwa investasi di sektor ini sangat dibutuhkan, mengingat kondisi peternak dalam negeri saat ini masih belum cukup kuat.
“Investasi diperlukan untuk membangun ekosistem peternakan nasional, karena saat ini peternak lokal juga masih belum kuat. Sehingga perlu mencari mitra untuk mengembangkan dan memperkuat peternakan sapi nasional,” tutup Syaiful.

Sebelumnya, Wamentan Sudaryono menjelaskan tujuan mendatangkan sapi hidup dari luar negeri adalah untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu sapi nasional. Importasi sapi hidup ini juga dalam upaya pemerintah Indonesia yang membuka pintu investasi di sektor sapi potong dan sapi perah.
Sudaryono mengeklaim banyak investor yang telah berkomitmen untuk mengimpor sapi hidup untuk meningkatkan populasi sapi hidup di Indonesia. Sebab meskipun saat ini Indonesia memiliki stok sperma inseminasi buatan yang besar, tetapi stok sapi betina di Indonesia dinilai belum cukup.
“Jadi, pemerintah Indonesia sangat terbuka dengan semua perusahaan, baik dalam negeri atau luar negeri, untuk membawa sapi hidup ke Indonesia. Dan salah satu perusahaan dari Belanda, berkomitmen untuk mengimpor sapi hidup ke Indonesia,” jelasnya, dikutip Minggu (29/6).