
Hasto Kristiyanto mengaku pernah mendapat ancaman akan dipenjarakan bila tak mundur dari jabatannya sebagai Sekjen PDIP dan memecat Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai kader partai.
Hal itu diungkap Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6).
"Saya ingat membaca suatu pernyataan mengenai kejadian pada tanggal 13 Desember 2024, sebelum saudara ditetapkan sebagai tersangka. Ketika itu kalau saya tidak keliru beritanya itu adalah saudara didatangi oleh orang yang meminta kepada saudara untuk mundur dari kedudukan sebagai sekjen partai dan kemudian yang kedua untuk meminta saudara menyampaikan supaya Presiden ketika itu, Joko Widodo, diberhentikan dari jabatannya sebagai anggota partai?" tanya pengacara Hasto, Maqdir Ismail.
"Oh betul. Itu bahkan ada lewat beberapa orang informasi itu," jawab Hasto.

Hasto mengatakan, pengancaman itu bahkan juga disaksikan oleh politisi PDIP Dedy Sitorus. Namun tak dijelaskan rinci sosok yang menyampaikan ancaman tersebut.
"Jadi saudara berdua dengan saudara Dedy Sitorus yang menghadapi itu menemui orang itu?" tanya Maqdir.
"Izin Yang Mulia, terakhir saudara Ronny (Talapessy) juga mendengar ketika untuk membuktikan itu malam-malam saya menghubungi yang bersangkutan untuk menanyakan tentang ancamannya itu dan saudara Ronny ikut mendengar. Bahwa saya harus segera mundur sebagai sekjen," jelas Hasto.
"Ancamannya kalau saudara tidak mundur apakah memang akan dipidanakan atau mau seperti apa?" cecar Maqdir.
"Ditersangkakan dan masuk penjara," ungkap Hasto.
Kasus Hasto
Dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.