
Para pedagang toko online bakal dikenakan pajak yang akan dipungut oleh platform. Kebijakan ini tengah difinalisasi pemerintah.
Aturan soal pajak ini digadang-gadang diambil untuk menyederhanakan administrasi perpajakan, serta menciptakan perlakuan yang setara antara pelaku toko online. Berikut fakta-fakta soal pajak toko online.
Pelaku Usaha dengan Omzet Tahunan di Bawah Rp 500 Juta Tak Kena
Menurut Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, pada dasarnya kebijakan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan aturan ini tidak berlaku untuk pelaku usaha mikro dengan omzet tahunan di bawah Rp 500 juta.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan kebijakan ini merupakan perubahan mekanisme, bukan penambahan jenis pajak baru.
Marketplace nantinya akan bertugas memotong langsung pajak atas transaksi penjualan yang terjadi di platform mereka.
Kebijakan ini menyasar pelaku usaha yang memang sudah memiliki kewajiban membayar PPh, tetapi selama ini menjalankan kewajiban secara mandiri.
“Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Rosmauli dalam keterangan resminya, Kamis (26/6).
Penerimaan Negara dari Pajak Ekonomi Digital
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp 34,91 triliun hingga 31 Maret 2025.
Jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 27,48 triliun, pajak kripto sebesar Rp 1,2 triliun, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 3,28 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp 2,94 triliun.
Sementara itu, sampai dengan Maret 2025 pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada bulan Maret 2025 terdapat satu pembetulan atau perubahan data pemungut yaitu Zoom Communications, Inc.
"Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, Rp 8,44 triliun setoran tahun 2024 dan Rp 2,14 triliun setoran tahun 2025," katanya melalui keterangan resmi, Kamis (26/6).
Komisi XI Bakal Panggil DJP
Rencana pemerintah memberlakukan kewajiban pemotongan pajak bagi penjual di platform e-commerce mendapat sorotan dari Komisi XI DPR RI.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin, mengaku Komisi XI akan memanggil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam waktu dekat untuk meminta penjelasan terkait aturan tersebut.
"Sampai saat ini, kami belum menerima rancangan peraturan teknis ini. Dalam waktu dekat, kami juga akan mengagendakan Rapat Dengar Pendapat bersama DJP. Sehingga, hal ini menjadi momentum yang tepat untuk mengawasi rencana tersebut," ujar Puteri kepada kumparan, Kamis (26/6).