Beijing (ANTARA) - Dengan tarif perdagangan yang memberatkan, kenaikan biaya operasional perusahaan, dan meningkatnya volatilitas pasar, konvergensi berbagai ketegangan dan gangguan pada 2025 telah membayangi prospek ekonomi global, sekaligus menjadi ujian berat bagi ketangguhan perekonomian di seluruh dunia.
Di tengah ketidakpastian yang mendalam ini, di mana stabilitas menjadi komoditas yang berharga, perekonomian China muncul sebagai pengecualian yang menonjol. Pada paruh pertama (H1) 2025, China membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) dan berkontribusi sekitar 30 persen terhadap pertumbuhan ekonomi global. Sementara banyak negara maju masih kesulitan untuk mencapai pertumbuhan tahunan sebesar 2 persen, China justru menjadi jangkar utama yang menopang pertumbuhan ekonomi dunia.
Ketahanan semacam itu tidak terjadi begitu saja, melainkan hasil dari pemikiran jangka panjang yang diterapkan untuk menghadapi apa yang disebut kepemimpinan China sebagai "perubahan yang belum pernah terjadi dalam satu abad." Ini bukanlah kisah tentang intervensi krisis jangka pendek yang sering terjadi, melainkan tentang pembentukan ketahanan struktural secara sengaja dan penuh kesabaran, yang berakar pada tekad kuat.
RENCANA DAN PELAKSANAAN
Strategi China mencerminkan kebijaksanaan kuno Sun Tzu, yang ditulis 2.500 tahun silam, "Para pejuang hebat di masa lalu terlebih dahulu menempatkan diri mereka di luar kemungkinan kekalahan". Filsafat ini, yang menekankan mitigasi risiko secara proaktif, merupakan kunci untuk memahami strategi ekonomi besar China sebagai navigator yang berpengalaman dalam menghadapi ketidakpastian.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada pekan ini menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk 2025 menjadi 4,8 persen, naik secara signifikan dari estimasi sebelumnya sebesar 4 persen yang dirilis pada April lalu. Revisi ini sebagian besar didorong oleh aktivitas ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan pada H1 2025.
Ketahanan ekonomi China, yang terlihat pada 2025, berakar kuat pada tradisi perencanaan strategis jangka panjang, yang diwujudkan dalam Rencana Lima Tahun ke-14 (2021-2025). Salah satu poin utama rencana ini adalah penekanan pada pengembangan yang didorong oleh inovasi dan berkualitas tinggi, yang telah memainkan peran penting dalam membantu perekonomian China bertahan menghadapi guncangan internal dan eksternal. Dengan memprioritaskan kualitas daripada kuantitas, inovasi daripada peniruan, dan ketahanan daripada ketergantungan, China telah lama mempersiapkan diri untuk menghadapi krisis yang mungkin terjadi di masa depan.
Hal yang membuat perencanaan China begitu luar biasa bukan hanya visinya, tetapi juga kemampuannya untuk mewujudkan visi tersebut. Pencapaian konsisten dari target-target ini, seperti yang ditunjukkan dari tercapainya berbagai tonggak penting dalam sektor energi baru, infrastruktur digital, dan peningkatan industri, telah menciptakan fondasi yang kuat dan fleksibel bagi perekonomian.
"Ketahanan China sebagian besar berasal dari tujuan jangka panjang. Tentu saja ada penyesuaian yang pragmatis, tetapi tidak ada reaksi tergesa-gesa yang dapat memicu gelembung (bubble) ekonomi atau efek tambal sulam (stop-and-go)," papar Denis Depoux, direktur pelaksana global Roland Berger, sebuah perusahaan konsultan yang berbasis di Munich.
Meskipun beberapa analis mungkin mengharapkan dukungan yang lebih besar terhadap perekonomian, tujuan jangka panjang justru mengungkap kenyataan dan menetapkan arah perbaikan berkelanjutan, bukan dukungan artifisial jangka pendek, ujar Depoux dalam wawancara dengan Xinhua baru-baru ini.
Tom Fowdy, seorang analis politik dan hubungan internasional asal Inggris, menjelaskan bahwa fondasi ekonomi China lebih kuat dibandingkan dengan apa yang kerap dipersepsikan. Hal ini sebagian besar merupakan hasil dari pendekatan selama bertahun-tahun yang menekankan stabilitas jangka panjang ketimbang pertumbuhan cepat yang tidak berkelanjutan.
"Pemerintah China telah berupaya mempersiapkan perekonomian domestik agar lebih mampu menghadapi guncangan eksternal, sebagai bagian dari apa yang disebut sebagai 'sirkulasi ganda' beberapa tahun lalu," tulis Fowdy dalam sebuah artikel opini di China Daily.
Sejak 2020, China telah mengambil langkah-langkah konkret untuk memperluas permintaan domestiknya, dengan menempatkan konsumsi sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Upaya ini telah membantu perekonomian China mempertahankan tingkat rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 5,5 persen selama empat tahun terakhir, meskipun di tengah gejolak global. Secara rata-rata, permintaan domestik berkontribusi sebesar 86,4 persen terhadap pertumbuhan tersebut.
Pertemuan Biro Politik Komite Sentral Partai Komunis China (Communist Party of China/CPC) yang digelar pada Rabu (30/7) menetapkan prioritas ekonomi untuk paruh kedua (H2) tahun ini, sekaligus mempersiapkan sidang pleno pada Oktober mendatang, yang akan membahas usulan-usulan untuk penyusunan Rencana Lima Tahun ke-15 (2026-2030) bagi pembangunan ekonomi dan sosial nasional.
Para analis menekankan pentingnya pertemuan tersebut dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan jangka pendek dan visi jangka panjang. Pendekatan menyeluruh ini berperan sebagai penyangga terhadap guncangan eksternal sekaligus memberikan stabilitas bagi ekonomi global di tengah meningkatnya ketidakpastian, proteksionisme, dan ketegangan geopolitik. Hal ini kontras dengan banyak perekonomian Barat yang kerap berpindah-pindah antara satu kebijakan ekstrem ke kebijakan ekstrem lainnya.
Kekuatan struktural China tidak hanya memastikan implementasi yang sukses dari tujuan pembangunan saat ini, tetapi juga membentuk kerangka kerja komprehensif untuk penyusunan Rencana Lima Tahun ke-15 (2026-2030) yang akan datang, ujar Liu Chunsheng, seorang associate professor di Central University of Finance and Economics yang berbasis di Beijing.
Bersambung ke Bagian 2
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.