SEJUMLAH cendekiawan dan ulama yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa meminta Presiden Prabowo Subianto melepaskan aktivis dan para pelajar yang masih ditahan kepolisian pasca-demonstrasi Agustus lalu. Gerakan Nurani Bangsa menyampaikan tuntutan ini saat menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, 11 September 2025.
Mereka yang terhimpun dalam gerakan itu adalah Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M. Quraish Shihab, Ahmad Mustofa Bisri, Ignatius Kardinal Suharyo, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Frans Magniz Suseno , Amin Abdullah, Bhikkhu Pannyavaro Mahathera, Alissa Q. Wahid. Kemudian Lukman Hakim Saifuddin, Karlina Rohima Supelli, Jacky Manuputty, Gomar Gultom, A. Setyo Wibowo, Erry Riyana Hardjapamekas, Eri Seda, Laode Moh. Syarif, Makarim Wibisono, Komaruddin Hidayat, dan Slamet Rahardjo
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan masih banyak para aktivis, mahasiswa, dan pelajar yang ditahan di sejumlah kota setelah demonstrasi. “Kami berharap sesegera mungkin bisa dibebaskan karena pada dasarnya mereka adalah anak-anak kita yang mestinya mereka tidak ada dalam posisi seperti itu,” kata Lukman setelah pertemuan tiga jam dengan Prabowo.
Lukman mengatakan penahanan mereka akan menganggu proses pendidikan dan bahkan bisa memutus masa depan mereka. Padahal, kata Lukman, para mahasiswa dan aktivis berunjuk rasa secara damai. Demonstrasi itu merupakan sesuatu yang dijamin oleh konstitusi. Namun tiba-tiba demonstrasi berubah menjadi tindakan kekerasan yang sebetulnya belum tentu mereka yang memulai.
“Sebenarnya banyak yang tidak tahu apa-apa. Jadi itu yang kami desakkan agar pemerintah segera menindaklanjuti,” kata Lukman.
Para tokoh Gerakan Nurani Bangsa juga mendesak Presiden membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki demonstrasi yang berakhir ricuh pada akhir Agustus kemari lalu. Lukman Hakim, yang juga Anggota Amnesty International Indonesia, mengatakan tim investigasi independen perlu dibentuk agar tidak ada tuduhan simpang siur dan fitnah terhadap aksi damai masyarakat sipil.
Bahkan, tidak cukup hanya tim, tapi komisi yang independen. Menurut Lukman, komisi independen tidak hanya diisi oleh orang-orang yang berintegritas, profesional dan mandiri, tetapi juga memiliki kewenangan kuat untuk menjalankan fungsi dan tugasnya.
Adapun Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom juga mendorong Presiden agar mereformasi kepolisian. Ia mengatakan Presiden harus mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan Polri dan kebijakannya. Tujuannya agar kepolisian tidak lagi melakukan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya.
“Jadi istilahnya gayung bersambut ya, apa yang dirumuskan teman-teman ini akan dilakukan oleh Bapak Presiden, terutama menyangkut masalah reformasi dalam bidang kepolisian tadi,” kata Gultom.