
DUA seniman Tanah Air, Agus Wicak dan Zakimuh menggelar pameran tunggal bertajuk Bio Diversity dan Parodi. Pameran ini menyatukan dua kekuatan visual yang saling mengkritisi zaman, satu melalui lensa biodiversitas yang terancam, dan satu lagi lewat parodi tajam atas perilaku manusia yang semakin lepas kendali
Pameran ini digelar di Pendhapa Art Space Yogyakarta, di kuratori oleh kurator senior yaitu Heri Kris. Pameran ini secara resmi dibuka oleh Gunadi Karjono, seorang art enthusiast yang dalam sambutannya memberikan pandangannya, bawah seni lukis adalah penjaga ingatan kolektif bangsa, cermin identitas budaya, dan sekaligus benteng pertahanan lunak bangsa Indonesia.
"Harapan saya dengan adanya pameran-pameran seni seperti ini, para seniman khususnya para pelukis dapat memberikan kontribusi nyata terhadap kekayaan nasional, sekaligus peran strategis dalam menjaga keutuhan dan martabat bangsa di tengah arus globalisasi," kata Gunadi, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, (20/7).
Lewat Bio Diversity Agus Wicak menyoroti kerentanan biodiversitas Indonesia, khususnya burung-burung endemik yang terancam punah akibat alih fungsi lahan, polusi, dan pembangunan serampangan. Lukisan-lukisannya menampilkan sosok-sosok burung dalam lanskap yang terdegradasi, sawah berubah menjadi beton, hutan digantikan oleh pabrik, dan langit kehilangan cuitan alami. Dengan teknik yang memadukan gaya surealistik dan simbolisme alam.
Di sisi lain, Zakimuh melalui Parodi menghadirkan pendekatan yang lebih satiris. Karyanya menampilkan parodi sosial yang menyentil, menggelitik, dan kadang menyakitkan. Melalui figur-figur manusia yang berlebihan, Zakimuh membuka ruang tafsir kritis atas kesalahan pola hidup manusia modern: konsumsi berlebihan, ketergantungan pada teknologi, dan keterputusan dari alam dan humor yang menyindir.
Gunadi menjelaskan, pameran ini menjadi semacam dua tarikan napas yang berbeda tapi bersumber dari udara yang sama, udara yang kini makin pengap oleh polusi, keserakahan, dan ketidaksadaran kolektif. Melalui pendekatan visual yang kontras namun saling melengkapi.
Ketika para pelukis menciptakan karya, katanya, sesungguhnya mereka sedang merekam sejarah, menyuarakan kritik sosial, membentuk kesadaran, dan merangkai identitas bangsa dengan cara yang tak bisa digantikan oleh pidato politik atau undang-undang.
"Karya seni lukis adalah bahasa universal. Dan lewat bahasa ini, Indonesia bisa bicara dengan dunia tentang siapa kita, apa nilai luhur kita sebagai bangsa Indonesia, dan seperti apa wajah kemanusiaan yang ingin kita bawa ke masa depan," tambahnya.
"Sudah saatnya seni rupa kita tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi juga menjadi bagian penting dari panggung seni dunia. Bukan hanya hadir, tetapi juga memberikan warna, pengaruh, dan inspirasi di kancah internasional," tutup Gunadi. (H-3)