
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyesalkan keputusan Badan Pusat Statistik (BPS) menunda rilis data kemiskinan dan tingkat ketimpangan Indonesia. Agenda tersebut semula dijadwalkan hari ini, Selasa (15/7).
Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, mengatakan data BPS, termasuk data kemiskinan, menjadi rujukan seluruh lembaga pemerintahan, pelaku usaha, bahkan pihak parlemen.
"Memang harus menunggu data resmi dari BPS, walaupun disesalkan sampai terlambat. Seharusnya tidak boleh ada keterlambatan, karena apa pun ceritanya, BPS itu menjadi rujukan setiap bulan bagi pelaku ekonomi, bagi Badan Anggaran, bagi komisi-komisi terkait," katanya saat ditemui di kompleks parlemen Senayan, Selasa (15/7).
Meski demikian, Said menilai BPS memang lebih baik menunda pengumuman data kemiskinan tersebut jika datanya belum lengkap, daripada terburu-buru.
Apalagi, kata dia, saat ini pemerintah dan Banggar DPR sudah sepakat untuk menggunakan sistem Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang menggantikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai basis data utama untuk penyaluran bantuan sosial di Indonesia.
"Kalau datanya memang tidak lengkap, jangan pernah diumumkan ke publik. Lebih baik minta maaf ke publik bahwa data memang tidak lengkap. Itu penting," tegas Said.
Sebelumnya, BPS mengungkapkan penundaan rilis data kemiskinan dan tingkat ketimpangan Indonesia dilakukan sebagai upaya memastikan ketepatan dan kualitas data yang akan disampaikan ke publik.
“Dalam rangka memastikan ketepatan dan kualitas data, Badan Pusat Statistik (BPS) akan menunda waktu rilis angka kemiskinan dalam beberapa waktu yang akan kami umumkan segera,” tulis BPS dalam pengumuman resminya melalui website bps.go.id, Selasa (15/7).
Penyesuaian ini, menurut BPS, merupakan bentuk komitmen dalam menyajikan informasi statistik yang akurat dan dapat dipercaya.
“Penyesuaian ini dilakukan sebagai bentuk komitmen BPS untuk menghadirkan data dan informasi statistik yang akurat dan tepercaya bagi seluruh pengguna data,” lanjut pernyataan itu.
Adapun, tingkat kemiskinan di Indonesia pada September 2024 mencapai angka 8,57 persen dari total populasi masyarakat Indonesia. Angka ini merupakan terendah sepanjang sejarah sejak BPS mulai mengumumkan data kemiskinan pada tahun 1960.
Dari sisi jumlah, penduduk miskin pada September 2024 tercatat sebanyak 24,06 juta orang. Angka ini berkurang 1,16 juta orang dibandingkan Maret 2024 dan berkurang 1,84 juta orang jika dibandingkan dengan Maret 2023.
Lebih lanjut, penundaan rilis bukan yang pertama dilakukan BPS tahun ini. Sebelumnya, pada 15 Mei 2025, BPS juga secara mendadak menunda rilis data perkembangan ekspor dan impor Indonesia, yang biasanya diumumkan rutin setiap pertengahan bulan.
Saat itu, BPS menyatakan penyesuaian dilakukan untuk meningkatkan kualitas data perdagangan luar negeri Indonesia, terutama di tengah dinamika kebijakan internasional yang mempengaruhi transaksi ekspor-impor.