
Saat anak tumbuh dan mulai memasuki usia sekolah dasar, pola asuh pun perlu ikut bertransformasi. Ya Moms, pendekatan yang orang tua gunakan sebaiknya selaras dengan tahapan perkembangan mereka. Di usia 6 hingga 9 tahun, anak memang sudah bukan balita yang butuh selalu didampingi, namun mereka tetap membutuhkan arahan, perhatian penuh, dan batasan yang jelas dalam menjalani kesehariannya.
Dikutip dari Parents, saat anak semakin mandiri dan keterampilannya berkembang, tak jarang muncul lebih banyak konflik karena mereka sudah mampu berargumen dan melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Potensi konflik ini bisa diminimalisir dengan menerapkan strategi disiplin yang tepat.
Mengajarkan kedisiplinan anak usia 6 sampai 9 tahun memang bukan perkara mudah. Di usia ini, mereka mulai piawai bernegosiasi dan makin pandai mengatur emosi. Meski begitu, menjaga batasan yang jelas, ekspektasi yang masuk akal, dan rutinitas yang konsisten bisa membantu menciptakan lingkungan yang sehat.
Tips Mengajarkan Kedisiplinan Anak Usia Sekolah

1. Fokus pada Perilaku Baik
Jika Anda merasa sering memarahi anak karena hal-hal sederhana, seperti bermain tanah di dalam rumah, lupa mengerjakan PR, atau tidak merapikan tempat tidur, mungkin ini saatnya mempertimbangkan pendekatan yang berbeda.
Daripada fokus pada kesalahan, cobalah memberi perhatian lebih pada hal-hal positif. Apresiasi usaha anak saat mulai mencoba mengikuti arahan, sekecil apa pun itu.
2. Buat Waktu untuk Tenang
Seiring anak bertumbuh dan memasuki usia sekolah, makna dan fungsi waktu jeda pun ikut berkembang. Pada anak yang lebih besar, waktu jeda sebaiknya digunakan sebagai momen untuk menenangkan diri, meregulasi emosi, dan memulihkan fokus sebelum melanjutkan aktivitas.

Para pakar percaya, ketika anak sedang marah atau emosinya meledak, mereka kesulitan untuk berpikir jernih, memahami penjelasan, atau menerima konsekuensi. Karena itu, penting bagi orang tua dan anak untuk mencapai kondisi tenang terlebih dahulu sebelum membahas masalah yang terjadi. Mengajak anak beristirahat sejenak di kamar selama beberapa menit bisa menjadi strategi yang efektif untuk membantu mereka meredakan emosi.
3. Perintah yang Jelas
Anak usia sekolah mulai ingin menentukan pilihan sendiri. Anda mungkin bangga melihat kemandiriannya, tapi juga bisa kesal saat ia menolak perintah. Untuk menghindari konflik, beri arahan positif dan fokus pada apa yang boleh dilakukan, bukan larangannya.
Misalnya, "Kamu boleh bermain bola di rumah, setelah membersihkan kamar," jauh lebih efektif daripada, "Bersihkan kamarmu atau nggak boleh main bola, ya!"

4. Memberikan Konsekuensi Atas Kesalahan
Tujuan disiplin bukan untuk menghukum, melainkan untuk membimbing anak memahami cara bersikap. Misalnya, jika anak ketahuan diam-diam bermain gadget hingga larut malam, lalu Anda menghukumnya, respons itu mungkin hanya akan membuatnya kesal dan bukan tidak mungkin ia akan mengulanginya diam-diam saat orang tua lengah.
Sebaiknya, cobalah sampaikan dengan tenang bahwa anak tidak boleh bermain gadget sementara karena ia telah melanggar aturan. Konsekuensi yang jelas, logis, dan berhubungan langsung dengan perilaku akan lebih mudah dipahami anak
5. Temukan Akar Masalahnya

Jika anak menunjukkan perilaku yang sulit diubah seperti sering berbohong soal tugas sekolah atau terlibat konflik dengan teman, cobalah ajak mereka menetapkan tujuan bersama dan beri penguatan positif.
Langkah pertama adalah mencari tahu akar permasalahannya. Bisa jadi mereka mengalami kesulitan belajar atau bahkan menghadapi perundungan. Setelah memahami penyebabnya, bantu anak dengan dukungan yang sesuai dan tetapkan target yang konkret, misalnya menyelesaikan PR setiap hari selama seminggu, berlatih mengelola emosi, atau membantunya menemukan solusi dari perundungan yang dihadapinya.