Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, ancaman penipuan digital atau scam dan pesan sampah (spam) semakin marak menargetkan masyarakat Indonesia. Mulai dari modus investasi palsu, undangan wawancara kerja fiktif, hingga link jebakan yang masuk melalui pesan singkat atau email, kejahatan digital terus berevolusi dengan cara yang makin sulit dikenali.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat total kerugian akibat penipuan online telah mencapai lebih dari Rp2,6 triliun hingga Mei 2025.
Dalam banyak kasus, pelaku memanfaatkan data pribadi yang bocor, celah keamanan dari aplikasi, hingga minimnya literasi digital masyarakat. Akibatnya, korban kerap terjebak dalam penipuan yang merugikan secara finansial maupun emosional.
Scam dan Spam, Ancaman Nyata di Era Digital
Tak hanya dari OJK menurut laporan dari berbagai institusi keamanan siber, tren scam dan spam di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam dua tahun terakhir. Hal ini didorong oleh kemudahan akses terhadap teknologi, namun tidak diimbangi dengan kewaspadaan dan edukasi digital yang memadai.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami cara kerja penipuan digital. Beberapa bahkan tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi target atau korban hingga uang atau data pribadi mereka raib.
Rendahnya Kesadaran, Tingginya Risiko
Minimnya pengetahuan tentang keamanan digital membuat masyarakat lebih mudah menjadi korban. Banyak pengguna internet yang masih asal klik link, mengunduh aplikasi tanpa sumber resmi, atau membagikan informasi pribadi di media sosial tanpa menyadari dampaknya.
Celakanya, di era di mana informasi mengalir cepat dan komunikasi digital mendominasi, spam dan scam bisa masuk dari berbagai jalur, mulai dari email, WhatsApp, DM media sosial, hingga panggilan telepon tak dikenal.
Saatnya Literasi Digital jadi Prioritas
Dalam menghadapi gelombang kejahatan digital, literasi digital menjadi senjata utama. Edukasi tentang cara mengenali pesan mencurigakan, memverifikasi informasi, serta mengamankan akun dan perangkat pribadi adalah hal yang krusial.
Tak hanya itu, perkembangan teknologi juga menghadirkan bantuan berupa kecerdasan buatan (AI) yang mampu mengenali dan memblokir potensi spam atau penipuan. Banyak sistem pintar kini dapat memfilter pesan, mendeteksi pola penipuan, bahkan memperingatkan pengguna secara real time. Namun, teknologi canggih ini tetap harus dibarengi dengan kesadaran pengguna yang tinggi agar lebih efektif.
Waspada Tanpa Panik, Melek Digital Tanpa Takut
Merdekakan diri dari scam dan spam bukan berarti harus hidup dalam ketakutan digital. Yang dibutuhkan adalah pemahaman, ketelitian, dan kebiasaan digital yang sehat seperti tidak membagikan OTP, selalu mengecek alamat pengirim pesan, serta tidak tergoda oleh tawaran yang terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan.
Saatnya masyarakat Indonesia jadi lebih hebat dalam berselancar di dunia digital. Karena dunia digital yang aman bukan hanya tanggung jawab platform atau regulator, tapi juga kita sebagai pengguna.
(*)