Jakarta (ANTARA) - Penempatan dana pemerintah di bank umum (Himbara) sebesar Rp200 triliun yang menjadi inisiatif Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, memunculkan perdebatan di ruang publik.
Bila ditelaah secara mendalam, langkah ini sesungguhnya bukanlah bentuk belanja negara, melainkan bagian dari strategi pengelolaan kas negara.
Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan penuh untuk menempatkan dana sementara di bank umum sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Dana tersebut tetap tercatat sebagai milik negara dan dapat ditarik kapan saja sesuai kebutuhan fiskal, sehingga tidak mengurangi posisi kas negara secara permanen.
Dari perspektif ekonomi, kebijakan ini memiliki tujuan strategis yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Jika dipahami lebih dalam, penempatan dana akan menjaga stabilitas likuiditas perbankan. Dengan dukungan likuiditas tambahan, bank memiliki ruang yang lebih luas untuk menyalurkan kredit kepada sektor-sektor produktif.
Hal ini sangat penting dalam menjaga kelancaran pembiayaan terutama untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja.
Kemudian, kebijakan ini memperkuat kemampuan perbankan mendukung sektor industri strategis yang berperan besar dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Langkah ini juga membantu mempercepat pemulihan ekonomi dengan menggerakkan kembali roda usaha di berbagai sektor melalui ketersediaan kredit yang lebih baik.
Baca juga: CEO Danantara respons bank Himbara kelimpungan dengan Rp200 triliun
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.