Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis pada perdagangan Rabu sore, naik 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.437 per dolar Amerika Serikat (AS) dari posisi penutupan sebelumnya di Rp16.440 per dolar AS.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menilai, penguatan rupiah ini tidak lepas dari keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen hari ini. BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 basis poin menjadi 3,75 persen, serta Lending Facility sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen.
"Alasan BI menurunkan suku bunga acuan dan suku bunga kredit untuk membantu pemerintah dalam mengucurkan dana Rp200 triliun yang tersimpan di BI ke bank Himbara untuk di salurkan ke perusahaan-perusahaan yang mempunyai projek berupa kredit," kata Ibrahim, di Jakarta, Rabu.
Dengan pemangkasan BI-Rate hari ini, maka sejak awal 2025 BI telah memangkas suku bunga acuan empat kali, dari 6,00 persen pada Desember 2024 menjadi 4,75 persen.
Ibrahim menilai langkah tersebut menjadi sinyal kuat bahwa BI lebih mengutamakan stimulus pertumbuhan ekonomi meskipun rupiah menghadapi tekanan dari faktor politik domestik dan ketidakpastian global.
Sementara dari sisi eksternal, pergerakan rupiah dipengaruhi meningkatnya keyakinan bahwa bank sentral AS alias Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu (17/9) waktu setempat atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pasar memperkirakan penurunan setidaknya 25 basis poin, dengan sebagian pelaku pasar membuka kemungkinan pemangkasan lebih agresif hingga 50 basis poin.
"Selain penurunan suku bunga, investor juga akan mencermati proyeksi ekonomi terbaru The Fed dan dot plot. Setelah itu pasar akan mencermati konferensi pers Ketua The Fed Jerome Powell untuk mendapatkan petunjuk tentang seberapa jauh dan seberapa cepat siklus pelonggaran dapat berlanjut. Namun, pasar masih belum yakin tentang sinyal yang akan diberikan The Fed terkait pelonggaran moneter di masa mendatang, terutama mengingat data ekonomi terbaru juga menunjukkan inflasi AS tetap stagnan," ujarnya pula.
Di sisi geopolitik, tensi perang Rusia-Ukraina kembali memanas. Serangan terhadap infrastruktur energi Rusia memicu kekhawatiran terganggunya pasokan minyak global.
Kondisi ini diperburuk dengan sikap Presiden AS Donald Trump yang mendorong tarif lebih tinggi bagi negara-negara importir utama minyak Rusia, termasuk China dan India.
Melihat sejumlah faktor tersebut, untuk perdagangan Kamis (18/9), Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun berpotensi ditutup menguat di kisaran Rp16.390-Rp16.440 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah menguat seiring optimisme pemangkasan bunga The Fed
Baca juga: Rupiah melemah seiring pasar cermati lanjut pengalihan dana ke bank
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.