KOMISI X DPR berencana akan panggil Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pekan depan untuk membahas distribusi interactive flat panel (IFP). Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani di ruangan Komisi X DPR, Senayan, Jakarta Selatan pada Senin, 15 September 2025.
Dia mengatakan sampai saat ini Komisi X juga belum banyak mengetahui ihwal perkembangan terkini distribusi IFP tersebut. “Kita belum clear juga. Makanya nanti kemungkinan minggu depan kita akan rapat kembali,” kata Lalu.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan saat ini anggota di Komisi X sedang turun ke daerah pilihan (dapil) masing-masing untuk memantau distribusi IFP. Ia juga butuh penjelasan utuh dari Kemendikdasmen soal besaran harga per unit serta jumlah yang sudah didistribusikan ke sekolah-sekolah.
Dia juga bakal mengecek ke sekolah-sekolah internasional yang sebelumnya sempat dikirimkan IFP tanpa persetujuan. “Kami akan cek juga itu,” ujarnya.
Lalu memastikan tak ada laporan dari sekolah internasional yang mengeluhkan soal pengiriman paket IFP. “Info yang kami dapat itu by request. Jadi kalau sekolah tidak mau menerima juga tidak apa-apa,” kata dia.
Adapun anggaran yang disetujui untuk program khusus digitalisasi pembelajaran, kata Lalu, sebesar Rp 2 triliun. Anggaran itu sudah mencakup distribusi IFP atau papan digital interaktif.
“Setahu kami, digitalisasi pembelajaran itu anggarannya Rp 2 triliun tahun 2025. Itu dalam bentuk instruksi presiden,” ujar Lalu.
Lalu menjelaskan, sebelumnya Kemendikdasmen telah berdiskusi dengan Komisi X sebagai mitra kerja mereka soal distribusi IFP tersebut. Program itu, kata dia, merupakan mandat program langsung dari kepala negara untuk penyesuaian terhadap kemajuan dan perkembangan teknologi di dunia pendidikan.
“Presiden menginginkan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia ini tata cara pembelajarannya atau proses belajar-mengajarnya tidak lagi konvensional, harus mengacu kepada perkembangan teknologi,” ujar Lalu. “Nah, digitalisasi ini yang dianggarkan Rp 2 triliun berupa smart board (IFP),” kata dia.
Lalu mengaku tak tahu menahu ihwal harga barang maupun hal-hal teknis distribusi IFP ke sekolah-sekolah. Namun, dia memastikan untuk pengawasan distribusi dan pelaksanaan program tersebut tetap akan dikawal oleh Komisi X.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikdasmen Gogot Suharwoto mengatakan tahap pertama distribusi perangkat ini ditujukan bagi sekolah-sekolah di Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, sebelum meluas ke wilayah lain, termasuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Untuk menjawab kekhawatiran soal pemerataan, Kemendikdasmen bekerja sama dengan PLN menyiapkan panel surya bagi sekolah tanpa listrik, serta perangkat tambahan agar konten tetap bisa diakses meski tanpa internet.
Selain itu, Gogot mengatakan adanya tiga lapis verifikasi: Data Pokok Pendidikan (Dapodik), validasi dinas, serta pernyataan kesediaan sekolah penerima. “Digitalisasi bukan sekadar membagi alat, tapi memastikan mutu pembelajaran merata di seluruh Indonesia,” kata dia.
Gogot mengatakan IFP berbeda dengan televisi pintar yang hanya menyajikan informasi satu arah. Papan interaktif pintar memungkinkan guru dan murid berinteraksi langsung lewat layar sentuh. Konten bisa berupa teks, video, audio, gamifikasi, bahkan augmented reality. “Anak-anak bisa memutar model jantung, memperbesar, memperkecil, dan menjawab soal interaktif di layar. Ini membuat pembelajaran lebih mudah dipahami sekaligus menyenangkan,” kata dia.