Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, mempertanyakan keputusan Komisi Pemilihan Umum yang membatasi akses publik terhadap dokumen calon presiden dan wakil presiden. Ia Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 Pembatasan Dokumen Persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur pembatasan itu seharusnya terbit sebelum tahapan Pemilu 2024 berlangsung.
“Waktunya semestinya dibuat sebelum tahapan pemilu berlangsung, bukan setelahnya,” kata Rifqi, lewat keterangan tertulis, pada Senin, 15 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Rifqi mengatakan idealnya seluruh aturan kepemiluan diatur berdasarkan undang-undang maupun Peraturan KPU. Ia berpendapat, dokumen persyaratan peserta pemilu, baik calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, maupun kepala daerah, pada prinsipnya harus terbuka bagi publik. Ketentuan Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Dokumen persyaratan pencalonan bukan merupakan rahasia negara dan tidak mengganggu privasi seseorang. Justru sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas pemilu, dokumen itu seharusnya bisa diakses publik,” kata dia.
Politisi Partai NasDem ini mengingatkan bahwa selama ini sejumlah situs kepemiluan justru telah membuka akses luas terhadap dokumen calon anggota legislatif, termasuk visi-misi, surat keterangan catatan kepolisian, hingga ijazah. Karena itu, ia meminta KPU memberikan klarifikasi terbuka agar keputusan tersebut tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
“Publik saat ini sangat membutuhkan transparansi dan akuntabilitas dari semua lembaga negara, terlebih lembaga demokrasi yang mengurus pemilu. Jangan sampai keputusan seperti ini menimbulkan simpang siur dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Pembatasan akses publik itu tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Pembatasan Dokumen Persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yang diterbtikan pada 21 Agustus 2025. Keputusan KPU itu memuat 16 dokumen persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden yang dikecualikan dari akses publik. Dokumen itu meliputi surat keterangan kesehatan, surat tanda terima laporan harta kekayaan, dan dokumen pernyataan pribadi.
Surat yang diteken Kepala Biro Hukum KPU dan Ketua KPU Afifudin itu berlaku selama lima tahun atau sampai 2030. Dokumen itu dapat dibuka apabila pemilik dokumen memberikan persetujuan.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin menjelaskan keputusan tersebut mengacu pada Pasal 27 ayat (1) Peraturan KPU tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di KPU RI, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Selain itu, kata Afifuddin, Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik telah mengatur informasi publik yang dikecualikan. Ia mengklaim lembaganya telah melakukan uji konsekuensi sebagaimana yang dimuat dalam lampiran keputusan KPU tersebut.
Afifuddin mengklaim keputusan lembaganya membatasi akses dokumen calon presiden dan wakil presiden bukan upaya melindungi tokoh tertentu. "Tidak ada yang dilindungi karena ini ada uji konsekuensi yang harus kami lakukan," kata Afifuffin, pada Senin, 15 September 2025.
Novali Pandji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Keabsahan Ijazah Sekolah Gibran Dibawa ke Pengadilan