Anggota komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset sebaiknya tidak dilakukan tergesa-gesa. Menurutnya, prioritas utama saat ini adalah menuntaskan pembahasan revisi KUHAP.
“Jadi kalau hukum acara pidana sudah selesai, sudah terang benderang, maka perampasan aset itu bisa didiskusikan kembali,” kata Nasir Djamil saat ditemui di Kompleks DPR RI, Kamis (19/6).
Nasir menjelaskan, terdapat sejumlah pandangan pakar hukum yang menilai belum mendesak untuk membuat UU Perampasan Aset karena instrumen hukumnya sebenarnya sudah tersedia.
“Masih butuh waktu dan pemikiran yang lebih jernih. Kami juga nanti akan melihat apakah badan pemulihan aset yang ada di Kejaksaan Agung itu masih relevan untuk memulihkan aset-aset yang disita dari kejahatan korupsi,” jelasnya.
Ia menekankan, revisi KUHAP justru menjadi fondasi utama agar penegakan hukum lebih transparan dan akuntabel.
“Kami fokus menyelesaikan hukum acara pidana [KUHAP] karena itu kami anggap jalan terang untuk mengungkap kasus kejahatan. Pembuktian pidana itu harus lebih terang dari cahaya. Oleh karena itu, harus hati-hati,” pungkasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyatakan DPR bakal membahas RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Polri usai mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Ada dua yang antre tuh, Perampasan Aset sama Revisi UU Kepolisian. Jadi kita nunggu KUHAP dulu. Jangan sampai nanti kalau kita garap dulu, tiba-tiba nanti KUHAP-nya ada peraturan atau aturan-aturan lain yang dikeluarkan, tidak sesuai, berarti kan revisi lagi," kata Adies saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/5).
Setelah selama 1 kali masa sidang pembahasan revisi KUHAP dihentikan, Adies menjelaskan kini proses pembahasannya di Komisi III akan dikebut.
Bahkan ia mengatakan pimpinan DPR telah memberikan izin kepada Komisi III untuk menggelar rapat di masa reses jika dimungkinkan.