Jakarta (ANTARA) - Menjaga kebersihan lingkungan merupakan cita-cita setiap negara, baik demi kesehatan masyarakat maupun keberlanjutan ekosistem bumi. Namun, di tengah kampanye global untuk mengurangi polusi dan meningkatkan kualitas hidup, masih terdapat negara-negara yang menghadapi tantangan serius dalam mengelola lingkungan, hingga memperoleh predikat sebagai negara paling kotor di dunia.
Predikat tersebut tidak hanya dilihat dari banyaknya timbunan sampah, tetapi juga mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti tingkat polusi udara, kualitas air, sistem pengelolaan limbah, dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data dari berbagai sumber, berikut lima negara dengan tingkat pencemaran lingkungan tertinggi di dunia pada 2025.
1. Chad
Chad tercatat sebagai negara dengan tingkat pencemaran tertinggi, baik di benua Afrika maupun di dunia. Permasalahan utamanya meliputi polusi udara yang parah dan pengelolaan sampah yang tidak teratur.
Konsentrasi rata-rata tahunan PM2.5 di Chad mencapai 89,7 mikrogram per meter kubik (µg/m³), jauh di atas batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 10 µg/m³. Indeks kualitas udara (AQI) di negara ini bahkan menyentuh angka 169, menandai kondisi udara yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Baca juga: Ini 10 negara paling bersih di dunia
2. Bangladesh
Bangladesh menempati posisi kedua sebagai negara terkotor di dunia. Berdasarkan data IQAir, negara ini menghadapi tingkat pencemaran yang sangat tinggi, baik di udara maupun air.
Kepadatan penduduk yang ekstrem memicu pencemaran air, sebagian besar akibat penggunaan pestisida secara berlebihan. Di sisi lain, kemacetan lalu lintas yang parah membuat polusi udara mencapai 78 µg/m³. Kondisi ini menempatkan Bangladesh sebagai salah satu negara di Asia Selatan dengan kualitas udara yang tergolong buruk.
3. Pakistan
Pakistan berada di peringkat ketiga, dengan kota Lahore menjadi salah satu kota paling tercemar di dunia. Indeks kualitas udara di Pakistan mencapai 73,7 µg/m³, sebagian besar disebabkan oleh emisi dari kendaraan bermotor dan aktivitas industri.
Negara ini menghasilkan sekitar 49,6 juta ton limbah per tahun, dengan peningkatan rata-rata 2,4 persen setiap tahun. Kurangnya fasilitas pengelolaan limbah memadai memperparah situasi, ditambah dengan fakta bahwa lebih dari 40 juta penduduk Pakistan tidak memiliki fasilitas toilet di rumahnya.
4. Kongo
Kongo, yang terletak di kawasan Afrika Tengah, menghadapi persoalan pencemaran udara dan sanitasi yang signifikan. Skor indeks polusi udara di negara ini mencapai 58,2 µg/m³.
Kegiatan pembongkaran massal dan pembuangan limbah industri yang tidak terkelola dengan baik memicu penyebaran penyakit di kalangan warga. Buruknya sistem penyediaan air bersih semakin memperparah kondisi, hingga menempatkan Kongo pada skor 43,8 dalam Indeks Kesehatan dan Sanitasi Mercer.
Baca juga: Daftar 10 negara paling rajin beribadah, Indonesia peringkat pertama
5. India
India, meskipun terkenal dengan kekayaan budaya dan bangunan bersejarah seperti Taj Mahal, menghadapi masalah serius terkait pencemaran lingkungan. Data IQAir menunjukkan tingkat polusi udara di beberapa wilayah mencapai 50,6 µg/m³.
Masalah pengelolaan sampah juga menjadi tantangan besar. Setiap tahun, India menghasilkan sekitar 62 juta ton sampah, dengan prediksi peningkatan hingga 165 juta ton per tahun pada 2030. Minimnya fasilitas pengolahan limbah membuat penumpukan sampah semakin mengkhawatirkan.
Kesimpulan
Kelima negara ini menunjukkan bahwa tantangan pencemaran lingkungan masih menjadi persoalan global yang kompleks. Upaya penanggulangan memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas internasional untuk meningkatkan kualitas udara, air, serta sistem pengelolaan limbah, demi menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.
Baca juga: Indonesia tempati peringkat ke-21 negara paling dermawan WGR 2025
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.