Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan pemerintah yang membuka peluang pengambilalihan tanah bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun menuai keresahan publik. Lahan yang dibiarkan kosong tanpa aktivitas ekonomi maupun pembangunan bisa dikategorikan sebagai tanah terlantar dan menjadi obyek reforma agraria.
Menanggapi hal ini, Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis menegaskan bahwa kebijakan tersebut telah diatur sejak 2010 dan diperbarui melalui PP No. 20 Tahun 2021, yakni untuk memastikan tanah digunakan sesuai fungsinya. Ia menjelaskan bahwa objek penertiban mencakup semua tanah yang memiliki hak, namun pendekatan berbeda diterapkan untuk masing-masing jenis hak.
Penertiban tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) bergantung pada komitmen pemiliknya dalam proposal awal yang diajukan kepada negara. Sementara tanah hak milik lebih sulit ditindak karena menyangkut penguasaan langsung oleh pemilik. Hingga kini, belum ada tanah hak milik yang ditetapkan sebagai tanah terlantar. Dalam Pasal 7 PP No. 20 Tahun 2021 disebutkan, penertiban hanya berlaku jika pemegang HGU atau HGB dengan sengaja tidak mengusahakan atau memanfaatkan tanah sesuai peruntukannya.
Saksikan dialog Dina Gurning bersama Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis di Program Property Point CNBC Indonesia, Rabu (30/07/2025).