TEMPO.CO, Jakarta -- Ahmad Ramdhani, aktivis lingkungan, rutin mengajak masyarakat menyusuri sungai di Jakarta setiap dua pekan sekali. Bersama Yayasan Khatulistiwa Respon Tim, lembaga yang didirikan, Ahmad mengajak warga ibu kota untuk menaiki perahu karet mengarungi segmen Sungai Banjir Kanal Barat yang membelah tiga kecamatan di Jakarta Pusat: Menteng, Setiabudi, dan Tanah Abang.
Jalur sungai tersebut tadinya merupakan rute transportasi sungai atau waterway yang pernah beroperasi pada era mantan gubernur Jakarta, Sutiyoso. Dengan mengajak masyarakat menyusuri sungai yang sama, Ahmad berharap wacana tentang transportasi air di ibu kota bisa kembali dibicarakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia berharap agar Pemerintah Jakarta juga berupaya menghidupkan kembali angkutan sungai tersebut. "Ini sangat berpotensi jika dijadikan transportasi air. Kebetulan saya juga dulu pernah ikut mencoba waterway di era Sutiyoso," kata Ahmad di Jakarta Pusat pada Rabu, 30 Juli 2025.
Jakarta pernah memiliki angkutan sungai yang beroperasi di pusat kota. Pada 2007, di era mantan Gubernur Sutiyoso, waterway kerap mengangkut penumpang di segmen Sungai Banjir Kanal Barat. Angkutan sungai itu menghubungkan halte di Jalan Halimun dekat Stasiun Manggarai hingga halte di belakang Stasiun Karet.
Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Syafrin Liputo menyebut angkutan sungai yang sempat aktif saat era Sutiyoso tidak lagi beroperasi karena beberapa masalah. "Mulai dari masih banyaknya sampah yang dibuang di sungai-sungai Jakarta, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, tingkat polusi air yang tinggi, hingga debit air yang tidak stabil," kata Syafrin kepada Tempo pada Rabu, 30 Juli 2025.
Menurut arsip Tempo, uji coba angkutan sungai Jakarta dimulai pada 2005. Kepala Dinas Perhubungan Jakarta waktu itu, Rustam Effendy, mengatakan transportasi sungai adalah salah satu solusi yang ingin diuji coba pemerintah untuk mengatasi kemacetan di Jakarta.
Saat itu, Jakarta di bawah kepemimpinan Sutiyoso sedang berupaya membangun berbagai moda transportasi umum, di antaranya busway, monorel, subway, kereta api perkotaan, dan angkutan kapal. "Kalau moda transportasi sudah layak, kita bicara pembatasan kendaraan," kata Rustam seperti diberitakan Tempo pada 6 September 2005.
Sutiyoso kemudian meresmikan angkutan sungai untuk digunakan publik pada 6 Juni 2007. Saat itu, waterway hanya beroperasi pada Sabtu dan Ahad. Tarifnya adalah Rp 1.500 per penumpang. Selama beroperasi, moda transportasi sungai hanya mempunyai dua armada kapal. Masing-masing kapal itu, yaitu Kapal Motor (KM) Kerapu III dan KM Kerapu VI, memiliki kapasitas sekitar 28 penumpang.
Cetak biru angkutan sungai Jakarta memiliki jalur Manggarai-Pasar Rumput-Mampang-Jembatan Rasuna Said-Sudirman-Dukuh Atas-Karet dengan jarak tempuh empat kilometer. Namun, selama aktif beroperasi, angkutan sungai Jakarta hanya memiliki tiga dermaga, yaitu di pinggir sungai kawasan Jalan Halimun, Jalan Sudirman, dan di belakang Stasiun Karet. Jalur itu memiliki panjang 1,7 kilometer.
Transportasi waterway Jakarta tidak bertahan lama setelah Sutiyoso digantikan oleh Fauzi Bowo sebagai gubernur pada 2007. Fauzi menghentikan operasional waterway karena dinilai tidak efektif sebagai moda transportasi di Jakarta saat itu. Salah satunya sampah yang kerap menyangkut di baling-baling kapal dan menghambat perjalanan.
Pada awal 2008, Fauzi memerintahkan dua armada kapal angkutan sungai untuk pindah beroperasi ke Kepulauan Seribu. Angkutan sungai waterway Jakarta pun tak pernah lagi beroperasi di Sungai Banjir Kanal Barat hingga saat ini.
Dua halte dermaga waterway saat ini masih berdiri di bibir sungai Jalan Halimun dan belakang Stasiun Karet. Namun, bangunan bergaya khas Betawi itu kini terbengkalai. Tangga turun yang menghubungkan halte dengan sungai tak lagi bisa digunakan karena setengahnya hancur. Sementara halte di Jalan Sudirman hanya menyisakan tiang-tiang bekas bangunannya.