Mengenang ekonom dan politikus Kwik Kian Gie. Bagaimana rekam jejak dan perjalanan karier politiknya?
30 Juli 2025 | 19.30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dan tokoh politik Kwik Kian Gie menghembuskan nafas terakhir pada Senin malam, 28 Juli 2025, di usia 90 tahun. Kabar duka ini pertama kali dikonfirmasi oleh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira. Menurut Andreas, Kwik telah dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu akibat gangguan pencernaan.
“Pak Kwik Kian Gie, guru bangsa, ekonom senior, politikus yang berintegritas, meninggal dunia pada 28 Juli pukul 22.00 di Rumah Sakit Medistra,” kata Andreas kepada Tempo pada Selasa, 29 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar duka ini juga mendapat respons dari eks Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno, yang melalui akun Instagramnya @sandiuno menulis, “Selamat jalan, Pak Kwik Kian Gie. Ekonom, pendidik, nasionalis sejati,” mengenang sosok Kwik yang dikenal sebagai mentor yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan kebenaran.
Pendidikan dan Awal Karier
Kwik Kian Gie lahir di Pati, Jawa Tengah, pada 11 Januari 1935. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), ia melanjutkan studi di Nederland Economische Hogeschool (kini Erasmus University Rotterdam) di Belanda. Di sana, ia bertemu dengan Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Presiden Prabowo Subianto, yang kemudian turut mempengaruhi perjalanan karier politik Kwik.
Pada 1963-1964, Kwik bekerja sebagai Asisten Atase Kebudayaan dan Penerangan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag. Ia kemudian menjabat sebagai Direktur Nederlands-Indonesische Goederen Associatie pada 1964-1965, yang sayangnya tidak lama bertahan. Di tahun berikutnya, Kwik juga menjabat sebagai Direktur NV Handelsonderneming “IPILO Amsterdam” hingga 1970.
Setelah kembali ke Indonesia pada 1970, Kwik sempat menganggur selama setahun. Namun, ia segera terjun ke dunia bisnis dengan mendirikan PT Indonesian Financing and Investment Company bersama beberapa rekan seperti Ferry Sonneville dan Indra Hattari. Seiring berjalannya waktu, Kwik dan koleganya merintis sejumlah perusahaan besar, antara lain PT ABN Amro Finance, PT Altron Panorama Electronic, PT Cengkeh Zanzibar, dan PT Jasa Dharma Utama.
Perjalanan Politik
Karier politik Kwik dimulai pada 1987, ketika ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di bawah pimpinan Soerjadi. Pada tahun yang sama, Kwik diangkat sebagai Anggota Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Kwik dipercaya menjadi salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai tersebut dan turut aktif dalam Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Kwik dipercaya menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri. Ia juga sempat menjabat Wakil Ketua MPR di era Presiden BJ Habibie.
Saat pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Kwik kembali dipercaya menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selama menjabat di kabinet Megawati, Kwik dikenal sebagai sosok yang berani bersuara, bahkan ketika ia menentang kebijakan Inpres tentang Release and Discharge (R&D), yang menjadi dasar penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional bagi konglomerat yang berutang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).