
Ibu mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Atika Algadri, sedih anaknya menjadi tersangka kasus dugaan korupsi di Kejaksaan Agung (Kejagung). Atika menyebut, sejak kecil Nadiem sudah diajarkan mengenai kejujuran.
"Sebagai ibu Nadiem saya sedihnya luar biasa, sedihnya karena dia anak saya dan dia orang yang jalankan nilai-nilai keadilan, kebersihan yang berasal dari pendidikan kita berdua (bersama suaminya, Nono Anwar Makarim) sejak kecil," kata Atika dalam keterangannya kepada wartawan di PN Jaksel, Jumat (3/10).
Atika menyebut, ajarannya kepada Nadiem terkait dengan hidup harus bersih, jujur, dan tidak boleh mengambil hak orang lain. Hal itu yang membuat ia yakin anaknya tidak bersalah.
"Kami tidak menyangka ini akan terjadi. Tapi kami tetap berharap dan berkeyakinan proses hukum akan dijalankan dengan baik untuk mendapatkan kebenaran ini," kata Atika.
Hal senada disampaikan oleh Nono. Dia berharap anaknya bisa bebas melalui sidang praperadilan ini.
"Bebas dong, bebas, karena di lubuk hati saya sendiri sebagai Bapak itu yakin betul dia jujur, jujur," kata dia.
Nono menyinggung juga soal pengorbanan Nadiem meninggalkan perusahaan yang ia bangun untuk menjadi seorang menteri pendidikan. Dia yakin anaknya tidak bersalah.
Gugatan Praperadilan

Nadiem menggugat praperadilan ke PN Jaksel terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi laptop di Kejaksaan Agung. Nadiem menilai, statusnya itu tidak sah.
Adapun dalam persidangan perdana pada hari ini, Nadiem diwakili oleh penasihat hukumnya yang terdiri sebanyak 13 orang. Salah satu penasihat hukumnya, Hotman Paris Hutapea, turut hadir dalam sidang perdana praperadilan tersebut.
Dalam persidangan, pihak Nadiem mempersoalkan sejumlah hal. Mulai dari tidak ada dua alat bukti permulaan untuk menetapkannya sebagai tersangka, hingga masalah SPDP.
Atas dasar itu, Nadiem minta status tersangka dari Kejagung dicabut dan dinyatakan tidak sah.
Kasus Laptop
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ini berawal pada Februari 2020. Saat itu, Nadiem yang menjabat sebagai Mendikbudristek melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia.
Dalam pertemuan itu, dibahas mengenai produk Google, yakni laptop Chromebook, untuk digunakan di kementerian yang dipimpin Nadiem.
Dalam pertemuan itu, disepakati produk Google yakni Chrome OS dan Chrome Device (laptop Chromebook) akan dibuat proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)-nya Kemendikbudristek. Padahal saat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai.
Kemudian pada 2020, Nadiem selaku menteri menjawab surat dari Google Indonesia soal partisipasi pengadaan alat TIK di Kemendikbudristek. Padahal surat itu sebelumnya tidak direspons Muhadjir Effendy selaku Mendikbud sebelum Nadiem. Sebab uji coba pengadaan Chromebook 2019 gagal dan tidak bisa dipakai oleh sekolah di garis terluar atau 3T.
Kerugian dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 1,98 triliun. Angka tersebut didapat dari selisih perhitungan harga pengadaan laptop. Berikut dua selisih keuntungan penyedia pengadaan laptop Chromebook yang dinilai oleh Kejagung sebagai kerugian negara:
Item Software (CDM) senilai Rp 480.000.000.000; dan
Mark-up laptop di luar CDM senilai Rp 1.500.000.000.000
Kejagung belum merinci detail perbandingan harga wajar dengan harga yang dibeli per laptop bersama software-nya, serta komponen lainnya, oleh pihak Kemendikbudristek saat itu.
Terkait penetapannya sebagai tersangka, Nadiem membantah melakukan perbuatan sebagaimana disampaikan Kejagung. Ia menyatakan bahwa Tuhan akan melindunginya.
Nadiem menegaskan bahwa dirinya selalu memegang teguh integritas dan kejujuran selama hidupnya.